Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat membongkar jaringan pembuat sertifikat vaksin Covid-19 palsu yang diperjualbelikan kepada masyarakat yang tidak divaksin. Sertifikat tersebut dijual Rp100 ribu-Rp200 ribu.
DARA – Dalam pengungkapan ini, polisi mengamankan empat orang tersangka. Mereka menawarkan jasanya melalui media sosial.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Kombes Erdi A Chaniago menerangkan, terungkapnya penjualan sertifikat vaksin Covid-19, berawal dari patroli siber kepolisian. Petugas menemukan akun Facebook yang menawarkan pembuatan sertifikat Covid-19 bagi masyarakat yang tidak divaksin.
“Penyidik menemukan akun Facebook yang bernama Jojo, menawarkan jasa pembuatan dan memperdagangkan sertifikat vaksin kepada pemesan tanpa melakukan penyuntikan vaksin. Itu yang bulan Agustus, pada September melakukan penangkapan lagi. Salah seorang tersangkanya merupakan relawan vaksin,” ujar Erdi, di Markas Polda Jabar, Selasa (14/9/2021).
Erdi menerangkan, dalam kasus pertama, penyidik Ditreskrimsus Polda Jabar mengamankan JR alias Jojo beserta barang bukti 1 bundel print out sertifikat vaksin Covid-19, bukti transfer, print out akses situs primarycare, dan lainnya.
“Ada 9 sertifikat covid tanpa melakukan proses vaksin. Tersangka melakukan akses melalui website primarycare, kemudian pelaku memasukan data berupa NIK e-KTP pemesan. Pemesan kemudian mendapatkan sertifikat Covid tanpa divaksin,” jelas Erdi.
Direktur Reskrimsus Polda Jabar Kombes Arif Rachman menyebut, dari hasil penjualan sertifikat Covid-19 tanpa divaksin, tersangka JR meraup keuntungan sebesar Rp1,8 juta.
Sedangkan sindikat pembuat dan penjual sertifikat vaksin Covid-19 tanpa divaksin lainnya, diutarakan Arif, pihaknya mengamankan 3 orang tersangka yang salah seorangnya merupakan relawan vaksinasi Covid-19.
Modus kejahatannya hampir sama dengan kasus sebelumnya, pemesan tinggal memberikan nomor e-KTP-nya, tanpa harus disuntik vaksin. Data pemesan sertifikat vaksin tersebut, diunggah melalui situs PCare BPJS, dimana tersangka IF yang merupakan relawan vaksinasi mempunyai akun untuk mengakses dan memasukkan data di situs tersebut.
“Mereka ini diketahui telah menerbitkan 26 sertifikat vaksin palsu. Mungkin dengan pengalaman dia menjadi sukarelawan jadi dia tahu bagaimana penerbitan surat vaksin. Maka yang bersangkutan menyalahgunakan kewenangan,” katanya.
Arif mengatakan, tiap sertifikat vaksinasi palsu ditawari pada para pengguna dengan tarif senilai Rp 300 ribu. IF dan MY berperan sebagai agen pemasaran yang bertugas untuk menawari pengguna jasa. Sedangkan HH berperan mengakses situs karena pernah bertugas sebagai relawan vaksinasi.
“Ini sindikasi karena yang pertama ada yang masuk secara ilegal yang masuk ke aplikasi, kedua ada yang memasarkan, maka ini sindikasi. Ketiga adalah ada pengguna atau user sehingga lengkaplah term-nya adalah sindikasi,” ujarnya.
Akibat perbuatannya, JR disangkakan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 115 jo Pasal 65 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 48 ayat (1) Pasal 32 ayat (1) dan atau Pasal 51 ayat (1) Pasal 36 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dirinya terancam pidana 5 hingga 12 tahun penjara.
Sementara itu, IF, MY, dan HH dijerat Pasal 46 jo Pasal 30 ayat (1) dan Pasal 51 jo Pasal 35 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 56 KUHP. Mereka terancam hukuman 12 tahun bui.
Oleh karena itu, Arif pun meminta masyarakat untuk tidak mengindahkan tawaran-tawaran mendapat sertifikat vaksin tanpa divaksin.
“Ini kan salah satu cara agar bisa terhindar Covid-19. Kalau ingin sertifikat vaksin, caranya ya tinggal divaksin,” tegasnya.***
Editor: denkur