Apa makna Hari Nelayan yang digelar setiap tahun itu? Apa pula kolerasinya dengan kehidupan para nelayan dalam keseharian. Dikupas tuntas oleh politisi berikut ini.
DARA | Adalah Badri Suhendi, politisi Partai Demokrat yang menjelaskan apa makna Hari Nelayan, terkhusus yang setiap tahun digelar di Sukabumi.
Ketua Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Sukabumi ini menuturkan, Hari Nelayan adalah tradisi budaya para nelayan. Digelar sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rejeki yang melimpah, terutama kekayaan laut, termasuk ikan dan yang lainnya.
Lalu, kata Badri, nelayan adalah sosok yang berjasa terhadap pertumbuhan perekonomian. Nelayan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dengan pertumbuhan ekonomi, dimana nelayan adalah penghasil komuditas ikan yang mengandung protein yang sangat tinggi dan sangat dibutuhkan masyarakat.
Tekait makna Hari Nelayan, kata Badri, berimplikasi kepada pariwisata yang didalamnya terdapat unsur-unsur penunjang seperti hotel-hotel, sederet destinasi serta seni budaya itu sendiri.
Bahkan, nelayan juga bisa meningkatkan perekonomian dibidang peningkatan UMKM, kelompok-kelompok usaha, pedagang-pedagang ikan, pedagang-pedagang cindremata dan lain sebagainya.
“Jadi, dalam Hari Nelayan ini terselip harapan dari para nelayan, yaitu pemerintah daerah, provinsi dan pemerintah pusat agar terus melakungan program-program pembenahan, termasuk yang terkait dengan kemajuan teknologi,” ujar Badri kepada wartawan dara.co.id, Kamis (6/7/2023).
“Sumber daya manusia (SDM) nelayan perlu ditingkat, dari nelayan tradisional menjadi nelayan modern, dimana teknologi harus sudah diterapkan dengan maksud agar kehidupan nelayan berkembang atau meningkat, termasuk dari sisi perekonomiannya,” imbuh Badri.
Para nelayan, lanjut Badri, perlu dilatih teknologi agar menjadi nelayan modern.
Sisi lain, terkait kebutuhan bahan bakar minyak (BBM), seharusnya tidak ada lagi nelayan yang mengeluh kurangnya BBM untuk perahunya. Hal ini harus jadi bahan pemikiran pemerintah daerah hingga pemerintah pusat.
Selain itu, Badri juga mencontohkan soal kehidupan nelayan di Cisolok Kabupaten Sukabumi. Menurutnya, nelayan di Cisolok sudah bertahun tahun bahkan berpuluh puluh tahun mengeluhkan breakwater atau penahan gelombang yang hingga kini belum selesai.
Akibatnya, kata Badri, tidak sedikit nelayan menjadi korban kecelakaan terhantam gelombang pasang. “Ini harus menjadi perhatian serius. Saya dari Fraksi Demokrat mendorong kepada pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi serta pusat agar segera memikirkan kondisi breakwater yang cukup memperihatinkan,” ujar Badri.
Padahal, kata Badri, untuk breakwater ini pemerintah pusat sudah menggelontorkan anggaran puluhan milyar, namun hingga kini tidak ada kejelasan.
Selain itu, Badri berharap nelayan perlu diberi kemudahan dari sisi perijinan, jangan dipersulit dengan berbagai aturan. “Ini juga harus menjadi pemikiran pemerintah pusat untuk memberikan ruang gerak kepada para nelayan dan pengusaha,” ujarnya.
Lalu juga untuk nelayan yang dibawah 30 GT, tentu kewenangannya ada di provinsi dan kabupaten. Perlu juga ditingkatkan dalam pelayanan, kemudahan dalam pengurusan ijin.
“Terkait asuransi para nelayan, diminta dijalankan secara konsisten, sebab selama ini asuransi nelayan hanya seumur jagung. Para nelayan tidak faham tentang asuransi, sehingga ketika mati itu tidak diperpanjang lagi karena memang pemerintah hanya memberikan subsidinya satu kali dan selanjutnya dilanjutkan oleh nelayan sendiri,” tutur Badri.
“Kedepan diharapkan pemerintah bisa menanggulangi secara utuh setiap membayar premi pembayarannya, sehingga nelayan tidak disulitkan untuk membayar preminya. Nelayan tidak disulitkan untuk membayar premi asuransinya, sehingga kesejahteraan perlindungan keselamatan nelayan bisa terjaga dengan baik,” imbuhnya.
Editor: denkur