Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk Jawa dan Bali, dimulai 3 hingga 20 Juli 2021. Dosen Statistis Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Tasikmalaya, Taufiq Rohman mengatakan kebijakan itu harus memberikan jaminan penuh terutama terhadap kehidupan masyarakat yang terdampak khususnya yang berada dibawah standar.
DARA – “Tentu tugas kita bersama untuk saling mengingatkan pentingnya protokol kesehatan (prokes). Tapi kewajiban penuh ada di pemerintah dalam memberikan rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat dan harus totalitas,” ujar Taufiq Rohman, Senin (5/7/2021).
Taufiq juga mengingatkan kepada seluruh anggota dewan yang notabene sebagai wakil rakyat untuk selalu hadir ditengah masyarakat dan mendengar segala bentuk keluh kesah mereka yang tentu sedang mencari tempat untuk mengadu.
“Sudah waktunya para anggota dewan yang terhormat berada ditengah masyarakat yang memang sedang dalam situasi dilematis. Maksudnya ketika mereka tidak bekerja keluar rumah pastinya dapurnya tidak ngebul sementara aturan PPKM Darurat sudah jelas,” ujarnya.
Masyarakat, lanjutnya, tentu sangat perlu bantuan dalam melahirkan solusi disaat kebijakan PPKM Darurat diberlakukan dan sudah seharusnya sebagai wakil rakyat berada ditengah mereka dengan menampung segala keluh kesahnya.
“Kadang disaat memerlukan suara masyarakat sangat mudah dihubungi, tetapi ketika sudah duduk di kursi empuk, nomor Hp-nya pun ganti, ditemuinya juga jadi susah,” tuturnya.
Bagi Pemerintah Kota Tasikmalaya khususnya, kata Taufiq, sebagai eksekutor anggaran sesungguhnya harus lebih mengedepankan kebutuhan masyarakat luas.
“Anggaran Covid-19 harus berkesinambungan dan tentunya membuahkan hasil yang signifikan, jangan hanya terus berkeliling muter-muter kompoi mobil, tapi hasilnya kasus corona malah semakin tinggi,” tegasnya.
Dia juga mengajak masyarakat untuk mematuhi kebijakan PPKM Darurat untuk memutus penyebaran Covid-19 dan tetap melaksanakan prokes.
“Semuanya harus mendukung kebijakan pemerintah dan tetap patuhi prokes, dan intinya pemerintah harus serius dalam kebijakan PPKM Darurat, dan usul saja supaya menutup seluruh bandar udara karena itu akses keluar masuk,” jelasnya.
Sementara itu, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Galuh Ciamis, Dr Erlan Suwarlan mengatakan, yang dimaksud kebijakan PPKM Darurat ialah memutus penyebaran Covid-19. Padahal, lebih idealnya pemerintah menutup seluruh jalur perbatasan dan memberlakukan lockdown total dengan jaminan kebutuhan masyarakat terpenuhi.
Tidak semuanya masyarakat memiliki kesadaran yang sama terhadap protokol kesehatan, bahkan ada yang tidak percaya terhadap Covid-19.
“Belum lagi sejumlah isu lainnya, ekonomi masyarakat juga kembang-kempis, miris masyarakat dibatasi, tenaga kerja asing (TKA) Tiongkok jalan terus. Dimana sense of crisis-nya?,” ujarnya.
“Kalau mengacu kepada UU Kekarantinaan, hewan peliharaan saja kan dikasih makan. Meski selama ini juga ada bantuan-bantuan kepada banyak lapisan masyarakat, hanya ini membuktikan bahwa pemerintah tidak mampu melaksanan UU tersebut (Kekarantinaan),” tegasnya.
“Indonesia memang tidak sederhana masalahnya, dan telah terjadi ambiguitas serta kegamangan antara menyelamatkan sektor ekonomi atau nyawa manusia,” tuturnya.
Erlan pun menilai bahwa pemerintah seperti setengah hati dalam menyelesaikan masalah Covid-19 dan kecenderungannya lebih terpusat untuk menyelamatkan sektor ekonomi, walaupun hutang negara terus membengkak.
“Belum lagi bidang pendidikan berpotensi mengalami ketertinggalan yang sangat jauh, terutama pendidikan usia dini dan pendidikan dasar. Maka dari itu kita semuanya harus struggle dan survival dengan kondisi pandemi saat ini,” pungkasnya.***
Editor: denkur