DARA | BANDUNG-Produksi susu nasional dalam satu tahun terakhir ini cenderung menurun. Kementerian Pertanian tak mau kecolongan. Lantas bersegera meluncurkan Upaya Khusus Sapi Wajib Bunting (Upsus Siwab). Upaya ini pun sakaligus untuk mengurangi impor susu.
Keterangan yang dihimpun dari Koperasi Peternakan Bandung Selatan Pangalengan (KPBS Pangalengan) Kabupaten Bandung menunjukan produksi susu sapi saat ini masih stagnan bahkan cenderung turun.
Produksi susu di KPBS Pangalengan terhitung sejak awal 2017 hingga akhir 2018 sekitar 85 ton per hari. Jika dibandingkan ke tahun 2011 jumlah produksi ini menurun hampir 40 persen. Di tahun tersebut produksi susu KPBS Pangalengan mencapai 120 ton perhari.
Ketua Umum KPBS Pangalengan Aun Gunawan, beberapa waktu lalu menyebutkan penurunan produksi itu disebabkan kurangnya populasi sapi perah. Berkurangnya piopulasi sapi perah ini sebagai akibat dari puluhan peternak sapi sapi yang menjual anak sapi karena masalah biaya perawatan yang mahal.
Ini juga terindikasi sebagai akibat dari terjadinya krisis daging sapi dua atau tiga tahun lalu sehingga para peternak menjual anak sapi atau bahkan sapi yang masih produktif untuk dijadikan daging konsumsi.
Menurut Agun, pasar susu sapi saat ini cukup menjanjikan mengingat serapan dari industri cukup besar. Hasil produksi KPBS Pangalengan sebanyak 80% diserap oleh Industri Pengolah Susu (IPS). Sisanya diolah menjadi berbagai produk olahan seperti yoghurt, keju, dan whip cream.
Harga susu peternak dibeli oleh KPBS Pangalengan seharga Rp 5.200 per kilogram (kg) untuk kualitas baik. Bagi kualitas yang di bawah bisa dibeli dengan harga Rp 4.500 per kg.
Data di Dewan Persusuan Nasional (DPN) mengungkapkan populasi sapi perah terus menurun dari tahun ke tahun. Populasi sapi perah yang masih produktif hanya berkisar 300.000 ekor sapi. Turunnya populasi ini berdampak pada produksi susu perah di Indonesia. Saat ini, produksi susu perah berkisar 1.500 liter per hari atau hanya mampu memenuhi 18% dari kebutuhan susu nasional.
Ketua Dewan Persusuan Nasional (DPN), Teguh Boediyana mengungkap, saat ini kebutuhan susu nasional sudah mencapai 8.300 liter per hari. Padahal, menurutnya, 10 tahun lalu produksi susu nasional bisa mencapai 1.900 hingga 2.000 liter per harinya.
Pada 2011, populasi sapi perah mencapai 560.000 sapi hingga 570.000 sapi. Angka itu terus berkurang karena pada 2012, pemotongan sapi perah produktif terjadi cukup sering. Bahkan, terdapat lebih dari 30.000 sapi perah produktif yang dipotong di Jawa Barat. “Saat ini sapi perah jantan juga disensus. Padahal sapi jantan itu kan tidak ada hubungannya dengan produksi susu. Jadi sebenarnya dia lebih condong untuk kebutuhan sapi potong,” ujar Teguh.
Kecenderungan terjadinya penurunan populasi yang akan berakibat pada penurunan produksi susu, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian segera meluncurkan Upaya Khusus Sapi Wajib Bunting (Upsus Siwab). Ini dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan impor susu, dan meningkatkan populasi sapi perah.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kemtan I Ketut Diarmita mengatakan, peningkatan populasi tersebut dilakukan melalui program Upsus Siwab yakni dengan Inseminasi Buatan (IB) dari 2017 hingga 2018 sudah terealisasi 7.964.131 ekor dengan kelahiran pedet mencapai 2.743.902 ekor.
“Sebanyak 2,7 juta sapi potong saat ini, normalnya sapi perah itu per hari mampu memproduksi 20-25 liter susu. Sekarang ini 10-12 liter,” kata Diarmita.
Sayangnya, sejauh ini populasi sapi perah masih sedikit dari angka 2,7 juta sapi tersebut. Bahkan hasil berupa susu dan daging harus menunggu selama tiga tahun atau saat sapi sudah berada dalam usia produktif.
“Upsus siwab kelahiran 2017 – 2018 adalah 2,7 juta ekor dimana 500 sapi perah dan sisanya sapi potong. Produktif nya 2020 (3 tahun),” tambah Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Ditjen PKH Sugiono di Kemtan.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Fini Murfiani menambahkan, bahwa saat ini produksi susu 20% dari kebutuhan konsumsi masyarakat. Oleh sebab itu 80% kebutuhan masyarakat masih mengimpor susu.
“Produksi masih 20% dimana tiga tahun sebelumnya terjadi penurunan populasi tapi sekarang sudah naik lagi. Makanya 80% kita masih impor dan kita meningkatkannya melalui upsus siwabnya,” ujanya.
Fini menyebut data BPS menunjukkan bahwa konsumsi per kapita pertahun itu sekitar 16,6 liter per kapita per tahun. Namun demikian dengan program ini Fini berharap akan meningkatkan produksi susu sapi di tahun 2026 hingga 60%.***
Bahan: Kontan.co.id