DARA| JAKARTA – Menekan impor serta mengendalikan defisit transaksi berjalan di Indonesia, pemerintah meluncurkan perluasan penggunaan biodisel 20 persen (B20) untuk public service obligation (PSO) dan non PSO, 1 September 2018 lalu. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo mengatakan implementasi program B20 cukup tepat dalam mengendalikan impor minyak dan gas (migas) yang masih tinggi.
Meski belum terasa dampaknya, lanjut Dody Budi, namun akan mempengaruhi produk domestik bruto (PDB). Paling tidak memperbaiki 0,1 atau 0,2 persen dari PDB.
Hal itu disampaikan Dody Budi Waluyo dalam acara Pelatihan Wartawan Ekonomi Nasional, di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (17/11).
“Sepanjang tidak ada upaya menekan impor, maka defisit transaksi migas masih akan besar, sehingga upaya pemerintah mengendalikan impor menjadi pilihan utama, salah satunya lewat penerapan B20,” ujarnya seperti ditulis merdeka.com.
Sementara itu, Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan dampak penggunaan B20 tidak bisa dirasakan dalam waktu cepat. Perluasan penggunaan B20 baru mulai terasa pada 2019. “Ya tentu saja inikan sudah berdampak. Pemerintah sudah keluarkan itu. Jadi dampaknya 2019 dan seterusnya baru terasa,” ujarnya.
Perluasan penggunaan B20, kata Perry, juga bertujuan untuk meningkatkan ekspor pasar minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). ***
Editor: denkur