Jajaran Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut terus berupaya meningkatkan kepercayaan masyarakat melalui berbagai program. Salah satunya program Jaksa Bisa, singkatan dari Jaksa Bina Desa.
DARA | GARUT – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Garut, Sugeng Hariadi, mengatakan, program Jaksa Bisa diluncurkan mengingat masih minimnya akses masyarakat desa dalam mendapatkan informasi tentang hukum. Padahal, selama ini kasus-kasus permasalahan hukum juga banyak terjadi di desa, tak hanya di perkotaan.
“Jadi melalui program Jaksa Bisa ini, kami turun langsung ke desa-desa untuk memberikan penyuluhan seputar hukum. Diharapkan dengan cara seperti ini masyarakat desa bisa lebih memahami permasalahan hukum,” ujarnya, Senin (5/10/2020).
Menurut Sugeng, dalam sejarahnya, program jaksa masuk desa ini telah dirintis sejak empat dekade lalu, dan telah mampu memberikan angin segar bagi masyarakat.
Banyak kasus pelanggaran hukum yang terjadi di desa yang pada akhirnya bisa terungkap, seperti illegal loging, pembunuhan, hingga kasus agraria akibat banyaknya tanah masyarakat di desa yang dibeli dengan harga murah tanpa aturan dan acuan yang jelas.
Sugeng menyebutkan, terungkapnya kasus-kasus yang terjadi di desa saat itu disebabkan adanya kepedulian dan keberanian masyarakat untuk melaporkan kasus pelanggaran hukum yang terjadi di daerahnya.
Kepedulian dan keberanian masyarakat ini muncul setelah mereka memahami permasalahan hukum berkat penyuluhan yang sering dilaksanakan pihak kejaksaan.
Ia menuturkan, dengan luas wilayah yang sangat besar, ditambah masih banyaknya masyarakat yang tinggal di daerah pelosok, masih banyak masyarakat yang kurang memahami tentang hukum. Karena itu, pihaknya menilai perlu dilakukan penyuluhan terhadap warga desa sehingga akhirnya tercetuslah program Jaksa Bisa.
“Masyarakat desa yang kurang memahami masalah hukum, rentan menjadi korban dan nasib mereka pun kian tidak jelas. Disinilah kehadiran jaksa sangat dinantikan masyarakat desa, dan inilah salah satunya yang membuat saya sangat bersemangat untuk menghadirkan kembali jaksa di desa,” ujarnya.
Disisi lain, Sugeng juga mengakui kalau masyarakat desa lebih tenang dalam menyikapi permasalahan hukum dan tidak ‘ngeyel’. Kalaupun mereka datang untuk mengadukan nasibnya, sikap mereka jauh lebih santun dan juga jujur, dimana apa yang diperjuangkannya semata-mata bertujuan untuk mendapatkan keadilan.
Sugeng juga berharap, kehadiran jaksa di tengah masyarakat desa bisa memupus stigma negatif dimana selama ini kehadiran jaksa identik dengan penangkapan. Selain itu, masih ada lagi sejumlah penilaian masyarakat yang masih negatif terhadap jaksa yang tentunya cukup berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan masyarakat terhadap jaksa.
Dengan upaya pendekatan humanis seperti itu, terang Sugeng, anggapan hukum yang hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas, bisa dihilangkan dengan kehadiran jaksa yang cakap dan mengayomi, serta tidak hanya terfokus pada penegakan hukum semata.
“Bagi masyarakat, kehadiran jaksa sebagai pelindung sekaligus pengayom warga akan dianggap jauh lebih penting dari pada penyelesaian hukum yang harus berujung di ruang persidangan,” katanya.
Sugeng menyebutkan, dalam rilis terbaru mengenai kepercayaan publik yang dikeluarkan lembaga survei indikator politik, menunjukan kinerja Kejaksaan Agung saat ini terus membaik dan dipercaya. Dibawah Jaksa Agung ST Burhanuddin, capaian angka 74,1 persen tingkat kepercayaan yang diberikan masyarakat menunjukan penilaian yang cukup baik.
“Angka ini berbeda tipis dengan penilaian terhadap lembaga penegak hukum lainnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mencapai 74,7 persen,” ujarnya.
Sugeng menuturkan, keberadaan lembaga Kejaksaan yang bertaring akan tetapi kehadirannya dinilai membumi di tengah masyarakat seperti inilah yang diharapkan akan bisa semakin meningkatkan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
Selaku lembaga penegak hukum, lanjutnya, kejaksaan harus tampil berani tidak hanya dalam masalah pemberantasan korupsi, namun juga dalama permasalahan hukum lainnya, terutama yang ada kaitannya dengan upaya melindungi masyarakat kecil dan pedesaan, termasuk masalah seputar pertanian dan pupuk.
Dan yang tak kalah pentingnya di tengah masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, ujar Sugeng, Kejaksaan juga harus ikut berperan dalam membantu upaya pemerintah untuk mengeluarkan masyarakat dari krisis berkepanjangan.
Selain itu, kejaksaan pun harus bisa mengajak dan mengingatkan masyarakat agar senantiasa berprilaku disiplin, menjaga etika dan norma untuk mematuhi aturan yang berlaku, dalam hal ini protokol kesehatan guna pencegahan penyebaran Covid-19.
Sugeng menambahkan, program Jaksa Bisa pertama kali dilaksanakan di Desa Panyindangan, Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut. Pihaknya pun tak menduga, ternyata antusias masyarkat desa yang berada di wilayah selatan Garut dan berada di wilayah pegunungan itu sangat tinggi.
Menurutnya, antusias warga Desa Panyindagan ini bukan hanya terlihat saat mereka menyambut kedatangan pihaknya, namun juga selama kegiatan bedah informasi terkait hukum berlangsung.
“Luar biasanya lagi, para peserta tidak hanya menjadi pendengar yang baik, tapi mereka juga begitu aktif dalam sesi tanya jawab yang dilaksanakan sehingga menunjukan betapa tinggi ketertarikan mereka terhadap kegiatan ini,” katanya.
Sugeng mengatakan, selain aparat desa dan warga Desa Panyindangan, kegiatan Jaksa Bisa juga diikuti oleh 11 kepala desa yang ada di wilayah Kecamatan Cisompet.
Ia menyebut, kehadiran Jaksa di daerah tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk menggali ilmu terkait masalah hukum yang lebih spesifik yang selama ini sering mereka alami mulai dari persoalan hukum pidana, perdata, agraria, Undang-undang Perkawinan, narkotika, dan yang lainnya.***
Editor: denkur