Puisi Agus Dinar : Balada Lelaki Paruh Baya Mencari Cinta

Minggu, 5 Maret 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

 

Puisi : Agus Dinar. (1)

 

Soreang Suatu Waktu

Selepas subuh gemuruh
saat kata kata masih merdu
burung lirih berkicau
merisau soal alam hari ini

nun di sana terhampar padi
menguning……
dari batangnya menetes embun
bening…tak beku

di pematang rumput hijau memanjang
menyisakan telapak kaki petani
tak berujung….

di hamparan lain belahan bumi
di atas bukit memayang perdu
di bawah palawija semusim…
oh negeri nan permai

wekwek bebek merancu
membarengi gemercik air
di sela sisa musim seusai panen
oh bulir padi tercecer
berserak….
tercocor…..paruh..

gunung tegak menjulang
pepohonan menghijau berderet
akar menghujam mengikat bebatuan
berselimut tanah
air tak kering..
mengalir ..menyungai
ke muara…
liuk sungai melukis keindahan
menyisakan lumpur keelokan alam Soreang suatu waktu
hanyut…..
dalam keserakahan manusia

Soreang 2022023

Puisi :Agus Dinar (2)

Balada Cinta Lelaki Paruh Baya

lelaki paruh baya terpenjara
pada nyanyian bibir bergincu merah
mengulum…menghisap asap asmara
memabukan….

Ada marah….Ada rindu yang terkekang
emosi bergantung pada denyut hati benak bertanya tentang waktu….
soal status sosial….
soal keshalehan
soal kedhaliman
lantas raga lunglai…
terhimpit harapan yang kian menyempit

gelombang perjalanan waktu diarunginya ….
meski dengan langkah terseok seok badai menghantam tak berkesudahan
karena cinta tak jua memporak porandakan..

emosi cinta kian mengharu biru saat alunan adzan menyelisik..
di sela sela angin….
oh….kekasih datanglah….
…..cintailah aku

 

puisi : Agus Dinar (3)

Kabar duka, luka Kepergianmu
(*untuk, seseorang yang pernah kucintai)

lambaian tangan mu
berkelebat membiaskan warna
jingga, putih, hitam…
engkau membalikan badan
tak ada senyum
apa lagi tawa…

aku tahu jelaga nista pernah engkau
torehkan…
saat menelusuri kesunyian
di sepanjang jalan berkelok
langkah mu terseok
dan…itu rahasia kita berdua

tak luput aku dengar kabar
perjalananmu telah sampai
meski kau panjangkan jarak
antara aku dan ragamu

kepergianmu menyisakan
ceceran anggur yang menciutkan nyaliku…
kemudian menghentakkan ku
untuk tidak memasungkan diri dalam kenistaan

gundukan tanah merah itu memojokanku
mengingatkanku..
betapa kesunyian itu telah kau lalui
tanpa aku…

kau pergi dengan kenangan yang tersimpan….rapat dalam hatiku…
hatimu….
sendiri ku bersimpuh…
di sisi kanan pusaramu
sambil menanamkan rose merah
yang kupetik kemarin pagi…
bersama tetesan air mataku mengalir…
menghantarkan kepergianmu…

Cirebon 271122

puisi : Agus dinar (4)

* bukan kami punya

desau angin di sela sela pucuk teh sejuk
antara bukit hijau satu afdeling ke afdeling lain ….
suara sengau pemetik pucuk bersenda gurau melepas . ..pilu

nyanyi fals dengan syair tak berrima…
penghapus rasa lara para pemetik
jari jari lentik menghantar pucuk teh terbang jauh
entah ke mana..
hamparan hijau negeriku oh ..
bukan kami punya…

tembang sendu berdesir di sela sela
keangkuhan pohon …….ke pohon..
havea braziliansis mengucur getah putih
berujung di mesin pabrik…….

tangan terampil penyadap…
lempar getah menjadi lembar kenyal
rubber smoke sheet terbang juga
atau dibawa mengarungi samudera..
ke Rusia atau ke Ukraina
entahlah….
karet katanya…… karet rakyat…
tapi bukan kami punya
oh…..bumiku
bumi kaya ….
tapi bukan kami punya

perut bumi dikoyak
bersandar semata demi kami
rakyat…..
cucur keringat dan bara panas
ditambatkan….mengurai
nekel…emas…batu bara…
entah ke mana..
dan ……
bukan kami punya..

Puisi : Agus Dinar (5)

Lelah Mata Mencari Cinta

lelah mata sulit terpejam mencari cinta…
di sepetak kamar hingga dini hari
ada tangan rapuh menggapai tak sampai
tengadah muka, sorot mata tanpa bianglala….
menelisik ke setiap sudut
ketika angin lembut membisikan namaMu
bersujud …… mengucapkan doa
mengkristal pada satu harapan
lirih kusebut impianku…..

aku tidak sedang melucu…..
walau berdoa di sela mata yang sulit memejam
sebentar saja aku rindu memelukMU kekasih….
sudah lama aku kelu mengeja deretan huruf, penyebutMu
kemudian jemari rapuhku ingin juga menggayut dipundakMu

kata cinta, dengan aneka rupa aroma menghambur dari mulutku
berkubang dalam doa…
satu, dua, tiga nama kusisipkan
anak anakku tercinta, orang orang terkasih merupa bintang…..
di langit malam
istriku melambai dengan kulum merupa bibir….
ingin rasanya mengecup…
seperti kecupanku pada hajar aswad
lalu ….
cumbuan bibir basah melafal namaMu
berpamrih untuk mendapat cintaMu
sampai mata lelah…meredup

Makkah 221022

Puisi : Agus Dinar (6)

Bandung Suatu Ketika
…..
mengeja nama kotaku serupa seperti memetik setangkai bunga yang tertanam lepas di teras rumah
oh….
sepanjang jalan di saat malam…
berpendar cahaya lampu memabukan…
ada keinginan untuk menafsirkan huruf yang tereja atas namamu….
meski deretan lampu sepanjang jalan …
tak mampu menembus temaramnya
hati penghuni pinggiran kota

huruf huruf yang terpampang penunjuk nama jalan tidak lantas berjiwa…
hanya menjadi jejak suara kelaluan kemudian mati dalam ingatan.
oh…kekasih barangakali aku harus mengubah keyakinan
keterpinggiran bukanlah kata keterasingan……
tetapi penunjuk dalam kerahasian abadi untuk mempertemukan gairah dan kenikmatan hakiki…

aku tahu kotaku tak lagi memberi ruang untuk berdiskusi tentang kota dan warganya yang terpinggirkan…
haruskah kotaku banjir darah dalam luapan harum aroma bunga

mengeja nama kotaku
membuatku mabuk
dalam huruf huruf tak bertuan
lantas huruf yang tereja lari ke luar fikiran dan mati dalam percakapan tentang dikotomi keindahan dan kesengsaraan

soreang, 041122

 

 

 

Bio data :

Nama lahir Agus Dinar, tempat lahir di Rumah Bersalin Sariningsih Bandung tanggal 3 Agustus 1957.
Lelaki penyuka rujak cuka ini pernah sekolah di SD, SMP, SMA dan pendidikan tinggi tak bergelar akademik.

Menulis puisi baginya, sebuah kontemplasi dari keseharian yang bekerja sebagai wartawan. Profesi wartawan dilakoninya sejak tahun 1982. Mengawali karir jurnalistik di koran terbitan Bandung Mandala, kemudian di Kantor Berita Pemberitaan Angkatan Bersenjata (PAB), Dwi Mingguan berbahasa daerah Sunda ” Giwangkara”. Di tahun 1987 bergabung dengan Harian Umum Suara Karya hingga 2015. Karir wartawannya seusai di HU Suara Karya bergabung dengan media online fokusjabar.com sebagai editor, dan sejak 2018 hingga kini mengelola media online daulat rakyat, dara.co.id.

Sejumlah karya puisi bercecer di sejumlah media masa, baik majalah maupun koran, sejak tahun 1992 dan sempat dibukukan menjadi antologi puisi di tahun 1996, dengan tajuk “Kaki Langit Surabaya Cinta Berlabuh”. Karya lainnya ikut berpartisipasi bersama 100 Haijin dalam Antologi Haiku Semesta “Universe Haiku” (Puisi Jepang klasik) tahun 2016.

 

 

Berita Terkait

“Kasidah Cinta Hindun Binti ‘Utbah” Tampil di Gedung Rumentang Siang, Catat Tanggalnya!
Fikmin Sunda: Falling in Love
Yuk, Kita Nikmati Lukisan Karya Jeihan di Gey Art Gallery Braga
Fiksimini Sunda # Dironom Maung #
Perpaduan Sastra dan Keroncong di Panggung Taman Indonesia Kaya, Warnai Akhir Pekan Masyarakat Kota Semarang
Antologi Puisi “Bersyair di Andir”, Untaian Cinta dari Siswa SDN Andir Majalaya
Diskusi Sastra “Semesta Para Pengembara”, Puisinya Para Penyair Kabupaten Bandung
Bencana dan Air Mata Duka, Puisi Djunaedi Tjunti Agus
Berita ini 7 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 18 Maret 2024 - 17:17 WIB

“Kasidah Cinta Hindun Binti ‘Utbah” Tampil di Gedung Rumentang Siang, Catat Tanggalnya!

Minggu, 24 Desember 2023 - 12:37 WIB

Fikmin Sunda: Falling in Love

Senin, 20 November 2023 - 11:42 WIB

Yuk, Kita Nikmati Lukisan Karya Jeihan di Gey Art Gallery Braga

Senin, 18 September 2023 - 23:15 WIB

Fiksimini Sunda # Dironom Maung #

Senin, 11 September 2023 - 10:29 WIB

Perpaduan Sastra dan Keroncong di Panggung Taman Indonesia Kaya, Warnai Akhir Pekan Masyarakat Kota Semarang

Berita Terbaru