DARA | MAGELANG – Puluhan makam dirusak. Mayoritas makam nasrani. Simbol salib di pusara dicopot. Seolah menyimpan pesan dibalik aksi itu. Seperti dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Studi Sosial dan Agama (ELSA) Tedi Kholiludin. Sepertinya memiliki “pesan” besar untuk pemerintah.
“Bisa jadi sarat teror. Teror dalam pengertian membuat orang merasa takut, mungkin iya. Polanya ya hit and run; pukul, terus lari. Sekadar menunjukkan bahwa mereka kelompok yang ingin membuat kegaduhan itu ada,” ujarnya.
Jumlah makam yang dirusak hingga hari ini (Jumat (4/1/2019) sebanyak 21 makam tersebar di tiga tempat pemakaman umum (TPU) yaitu TPU Giriloyo, Kiringan dan Malangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Kapolda Jawa Tengah Inspektur Jenderal Polisi Condro Kirono menduga perusakan makam itu merupakan aksi vandalisme. Polisi sudah memanggil beberapa pihak untuk diminta keterangannya. “Dirusak tidak hanya makam Nasrani. Makam muslim pun ada,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi Sosial dan Agama (Elsa) Tedi Kholiludin menduga perusakan makam itu bukan aksi kriminal biasa, pasalnya yang dirusak lebih banyak makam Nasrani.
“Kalau dikatakan polisi itu dugaan tindakan kriminal murni, mungkin terlampau menyederhanakan masalah. Karena dilihat pola perusakannya, tampak sekali ada simbol-simbol agama yang disasar,” ujar Tedi.
Menurut Tedi, perusakan makam di Magelang lebih memiliki ‘pesan’ terselubung. Bukan tidak mungkin ada pesan yang lebih besar terhadap pemerintah dan aparat kepolisian.
“Perusakan itu seperti sedang berkirim ‘pesan’. Makanya simbol-simbol itu yang disasar. Saya mungkin salah menganalisis, tapi jika mencermati polanya, perlu telaah mendalam atas dugaan motif agama atas peristiwa ini,” ujarnya. Dilansir dari CNN.
“Saya tidak tahu, apakah ini ada kaitannya dengan pilpres atau tidak. Tapi rasa-rasanya, masalahnya kok tidak sesimpel sebuah aksi kriminal,” lanjut Tedi.
Menurutnya, jelang pilpres saat ini bukan tidak mungkin ada pihak atau kelompok yang ingin memperkeruh suasana politik dengan berbagai cara, tak terkecuali menebar rasa takut atau teror lewat perusakan makam.
Tedi pun melihat tiga kemungkinan terkait kasus ini. Pertama, upaya delegitimasi terhadap pemerintah beserta aparat-aparatnya. Kedua, menggoyang formasi kerukunan umat beragama yang sudah terjaga. Ketiga, upaya untuk menunjukkan kepada publik bahwa mereka yang merupakan pelaku itu ada.***
Editor: denkur