Hermawan (39), warga Kampung Pasir Tengah RT04 RW09 Desa Tanjungwangi, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat menunjukan tempat mandi, cuci dan kakus (MCK) miliknya yang berada di samping rumah biliknya.
DARA | MCK yang dibuat alakadarnya tersebut menyatu dengan bangunan utama tapi terbuka. Hanya ditutupi pagar kayu dan karung bekas, setengah badan.
Di situ ada WC dan toren untuk menampung air. Di situ pula keluarga kecilnya mandi, cuci dan buang air besar.
“Airnya kita ambil dari sumber mata air yang ada di atas. Itu pipanya, yang ditampung di sini (toren),” kata Hermawan, dalam Bahasa Sunda.
Mirisnya, saluran pembuangan air dari aktifitas mandi dan cuci tidak menggunakan pipa sebagaimana layaknya. Hanya dibuang begitu saja, melalui aliran kecil dari rumahnya ke bagian bawah. Posisi rumah ayah dua anak ini, berada di atas jalan desa.
Ia bukan tidak faham dengan kesehatan lingkungan, namun apa daya kondisi ekonomi keluarganya tidak mampu membuat MCK yang memadai.
Penghasilannya tidak seberapa dari kerja keras sehari-hari sebagai kuli serabutan. “Pastinya senang, kalau pemerintah membantu membuatkan kamar mandi yang layak buat keluarga kita,” lirihnya.
Senada dengan itu, Rahman (36), warga RT 4 lainnya yang rumahnya agak jauh dari Hermawan mengharapkan dapat bantuan pemerintah.
Selain tidak memiliki tempat MCK, rumah gubuknya cukup memprihatinkan. Berhadapan dengan kandang domba, rumah milik Rahman terbuat dari bilik.
“Kalau mau mandi, mencuci atau buang air besar, saya, istri dan anak saya, nebeng ke rumah mertua,” bebernya, seraya menunjuk rumah mertuanya yang berada di atas rumahnya.
Lebih tepatnya, keluarga Rahman nebeng di rumah milik salah satu kerabatnya. Ia sendiri mengaku belum memiliki rumah.
“Saya hanya mendapat upah dari kuli, paling-paling hanya Rp300 ribu sebulannya. Tidak cukup memang tapi mau bagaimana lagi,” ujarnya.
Masih di lingkungan RT 04 RW 09, seorang nenek tua bernama Itoh yang hidup sebatang kara, juga tidak memiliki MCK.
“Emak, kalau mau mandi ke rumah saudara saja di rumah itu. Kalau malam-malam, nggak kuat mau kencing ya di conggang (sela-sela lantai dari bambu) saja,” tutur nenek yang diperkirakan berusia 80-an tahun.
Ketua RT 04 RW 09, Suryaman mengatakan, untuk kebutuhan sehari-hari selama ini warganya hanya mengandalkan air yang berasal dari sumber mata air.
Dari sumber mata air tersebut, warga mengambilnya dengan menggunakan pipa kecil seadanya.
Letak sumber mata air tersebut, berada di atas pemukiman warga yang ditampung di bak kecil. “Kalau musim kemarau begini, mendingan airnya jernih. Tapi kalau musim hujan, ya kayak air bajigur (keruh),” ungkapnya.
Hingga saat ini, ia menyebutkan belum ada bantuan untuk pengadaan air bersih di wilayahnya. “Kita berharap, bantulah warga ini. Kasian mereka,” tuturnya.
Ketua RW 04, Heri mengatakan, jika saat ini di dekat sumber mata air itu sedang dilakukan pengeboran. Namun hingga kedalaman 30 meterpun, airnya belum ngocor juga.
“Waktu di bor, masih bebatuan saja. Semoga saja, bisa airnya bisa ngocor. Kasihan warga,” katanya.
Bila musim kemarau tiba, warga yang berada di Kampung Pasir Tengah ini kekurangan air bersih untuk sekedar minumpun. Bisanya kata Heri, Pemdes Tanjungwangi memberikan air galon.
“Kalau untuk kebutuhan mandi dan mencuci, terpaksa warga jalan kaki ke atas, ke tempat sumber mata air. Lumayan jauh juga, posisinya ada di atas,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah memperhatikan kondisi warganya yang membutuhkan bantuan. Bukan hanya bantuan air bersih saja, namun secara ekonomi beberapa KK sangat membutuhkan bantuan.
“Mudah-mudahan saja, ada bantuan buat warga. Karena memang mereka sangat membutuhkan,” ujarnya
Editor: denkur