Oleh: Denkur
KASUS Baiq Nuril tak urung jadi perhatian dunia. Beragam komentar dan pemberitaan beredar luas pasca penijauan kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril ditolak Mahkamah Agung (MA), Jumat kemarin (5/7/2019).
Baiq Nuril memang masih harus meratapi nasibnya. Selain tetap harus mendekam di balik jeruji besi selama enam bulan juga denda Rp500 juta.
Baiq Nuril berusia 37 tahun adalah mantan guru asal Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia dipidana dalam kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kasusnya bermula ketika ia merekam percakapan telepon dirinya dengan atasannya yaitu kepala sekolah dimana ia mengajar. Isi percakapan itu dirasa Baiq Nuril telah melecehkan dirinya secara seksual. Namun, menurut pengakuannya ia tidak menyebarkan. Tapi tiba-tiba beredar, termasuk di media sosial.
Baiq Nuril mengaku ada seorang teman yang tahu rekaman itu dan diduga menyebarkannya. Namun, pengakuan itu tidak mempengaruhi dirinya untuk tetap menerima vonis penjara selama enam bulan dan denda Rp500 juta.
Namun, Baiq Nuril tidak putus asa. Ia mengajukan Peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung (MA). Namun, ditolak. MA menyatakan bahwa Baiq Nuril bersalah karena melanggar kesusilaan berdasarkan hukum informasi dan transaksi elektronik. Sedangkan Baiq Nuril berpendapat tidak menyebarkan rekaman itu. Menurutnya, ada seorang teman yang mengambil rekaman dari ponselnya.
Dikutip dari Sindonews, Media internasional yang berbasis di Amerika Serikat, seperti Reuters, Washington Post hingga New York Post ramai-ramai memberitakan kasus Baiq Nuril ini.
“Indonesia’s top court jails woman who reported workplace sexual harassment,” bunyi judul Reuters dan New York Post. Terjemah judul itu adalah “Pengadilan tertinggi di Indonesia penjarakan wanita yang melaporkan pelecehan seksual di tempat kerja“.
Media ternama Inggris, BBC, mengangkat judul; “Indonesian woman jailed for sharing boss’s ‘harassment’ calls“. Terjemah dari judul itu adalah; “Wanita Indonesia dipenjara karena berbagi penggilan ‘pelecehan’ atasan.”
Al Jazeera, media yang berbasis di Qatar juga ikut mengulas kasus Baiq. “Indonesia: Top court rejects woman’s appeal over boss’s lewd call,” bunyi judul media Arab tersebut.
Di dalam negeri, seorang politisi berkomentar, yaitu Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah. Menurutnya, pemerintah harus mencabut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menjadi dasar hukuman kepada Baiq Nuril.
Menurut Fahri, UU tersebut telah merenggut kebebasan untuk melakukan pembelaan. “Intinya UU ITE itu salah kaprah. Baiknya pemerintah menarik kembali pasal di UU ITE sebab itu merugikan kebebasan masyarakat untuk membela diri,” ujar Fahri, dilansir CNNIndonesia.
Fahri menilai Baiq Nuril seharusnya bebas dari tuntutan pidana. Pasalnya, Baiq Nuril adalah korban yang hendak melakukan pembelaan dengan cara mengunggah konten asusila yang dilakukan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram.
Politikus PKS ini menyebut banyak pihak yang senasib dengan Baiq, ketika melakukan pembelaan justru dinilai sebagai pelaku. Menurutnya hal itu tidak masuk akal.
Tak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan oleh Baiq Nuril setelah penolakan PK oleh MA, kecuali Baiq Nuril mengajukan Amnesti, pengampunan kepada Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi sudah berkomentar tentang kasus ini. Jokowi berjanji menggunakan kewenangannya apabila Baiq Nuril mengajukan grasi atau amnesti yang merupakan kewenangan Kepala Negara.
“Nah nanti kalau sudah masuk ke saya, di wilayah saya, akan saya gunakan kewenangan yang saya miliki. Saya akan bicarakan dulu dengan Menkumham, Jaksa Agung, Menko Polhukam, apakah amnesti atau yang lainnya,” ujarnya.***