DARA | BANDUNG – Dari 143 kematian di jalan raya Kota Bandung, Jawa Barat tahun 2018, mayoritas pengendara sepeda motor (56 persen), kemudian pejalan kaki (27 persen). Golongan usia pengendara sepeda motor yang kemungkinan besar meninggal akibat kecelakaan adalah usia 15-24 tahun, mereka yang berusia 75 tahun ke atas bagi pejalan kaki.
Data tersebut dilansir bandung.go.id, kemarin. Data itu juga mengungkapkan, sebagian besar korban kecelakaan jalan raya adalah pria.
Di Kota Bandung, masih menurut data itu, 67 persen pengemudi yang terdaftar adalah pria. Mereka menyumbang 80 persen angka fatalitas di jalan raya.
Berdasarkan data dari Institute for Health and Evaluation (IHME), kecelakaan di jalan raya merupakan penyebab kematian prematur utama nomor duabelas di Indonesia (IHME, 2017). Anak muda dengan rentang usia 15-29 tahun mencetak 41 persen dari 15.942 kecelakaan di jalan raya pada 2017, berdasarkan data dari IRSMS (Korlantas Polri, 2017).
Laporan tahunan ini merupakan yang ketiga. Sebelumnya Pemkot Bandung bersama BIGRS juga telah meluncurkan buku Bandung Road Safety Annual Report (BRSAR) 2017 dan BRSAR 2015-2016.
Tahun ini menjadi tahun kedua data kecelakaan di jalan raya dianalisis berdasarkan data yang bersumber dari aplikasi Sistem Manajemen Keselamatan Jalan Terpadu atau IRSMS milik Satlantas Polrestabes Bandung, Jasa Raharja, dan 21 Rumah Sakit di kota ini.
Sementara menurut Wali Kota Bandung, H. Oded M. Danial, data ini menunjukkan, masih banyak yang harus ditingkatkan dalam hal menciptakan jalan yang berkeselamatan dan juga menyediakan sistem data dengan kualitas baik. “Itu untuk mengetahui beban kecelakaan lalu lintas sebenarnya dalam memperbaiki perencanaan intervensi dan evaluasi.”
Warga Kota Bandung, lanjut dia, perlu memahami peraturan saat berkendara. Sebaik apapun penerapan sistem transportasi di jalan, pada akhirnya sangat bergantung kepada pengemudi.
“Karena penyebab terjadinya kecelakaan, sebagian besar bersumber dari pengendara itu sendiri,” kata dia, saat menerima BIGRS di Pendopo, Jalan Dalam Kaum, kemarin.
Sedangkan Vital Strategies Consultant untuk Data for Health, Sara Whitehead, menegaskan, cedera dan kematian di jalan raya bukan kecelakaan. Keduanya dapat dicegah dan dampak mengerikan yang berakibat kepada keluarga dan anak-anak muda perlu diturunkan.
“Informasi dari laporan komprehensif ini dapat membantu para pejabat pemerintah dan pemangku kepentingan untuk merencanakan tindakan yang efektif dan sesuai dengan target,” ujar Sara.
Dalam laporan tersebut menunjukkan, 46 persen dari kecelakaan terjadi di jalan kota, 38 persen berlangsung di jalan nasional, dan 17 persen di jalan provinsi. Dari sepuluh persimpangan jalan berisiko tinggi di Kota Bandung, lima di antaranya berada di kawasan jalan kota, empat di jalan nasional, dan sisanya di jalan provinsi.
Faktor umum penyebab kecelakaan di jalan raya berdasarkan perilaku pengemudi adalah kurangnya perhatian akan lalu lintas yang akan datang dan jenis kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi adalah kecelakaan pada bagian belakang kendaraan, yaitu 41 persen dari total kecelakaan.
Kecelakaan antara kendaraan ringan dan sepeda motor menyumbang angka paling tinggi untuk kecelakaan fatal (27 persen), diikuti kecelakaan antara sepeda motor dan pejalan kaki (20 persen). BRSAR 2018 diluncurkan Pemkot Bandung bersama dengan Bloomberg Philanthropies Initiative for Global Road Safety (BIGRS) di Pendopo Kota Bandung, kemarin.
Pada tahun 2018, angka kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung mengalami penurunan sebanyak 9 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya, yaitu dari 157 kematian di tahun 2017 menjadi 143 kematian di tahun 2018. Data ini, menurut Wali Kota Bandung, H. Oded M. Danial, menunjukkan masih banyak yang harus ditingkatkan dalam hal menciptakan jalan yang berkeselamatan dan juga menyediakan sistem data dengan kualitas baik.
“Itu untuk mengetahui beban kecelakaan lalu lintas sebenarnya dalam memperbaiki perencanaan intervensi dan evaluasi” ujarnya saat menerima BIGRS di Pendopo, Jalan Dalam Kaum.***
Editor: Ayi Kusmawan