DARA | CIANJUR — Ratusan nelayan di pantai selatan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat beralih profesi menjadi kuli atau buruh serabutan. Mereka tak bisa melaut, karena uaca ekstrem dan musim paceklik ikan.
Bahkan tak sedikit yang terpaksa berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari karena tak memiliki mata pencaharian lain.
Hadi Hidayat, tokoh nelayan Pantai Jayanti, mengatakan, kondisi tersebut sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu. Malah tidak sedikit nelayan yang akhirnya menganggur karena tidak memiliki keahlian lain, tidak ada yang bisa mereka lakukan karena hanya terbiasa melaut.
Menurut dia, cuaca ekstrem terlalu beresiko jika nelayan tetap melaut. “Sebagian dari mereka memilih berhutang atau menjadi buruh serabutan pada pemilik kapal atau tengkulak ikan, karena mereka tidak memiliki keahlian lain,” kata Hadi, kepada wartawan, Senin (2/9/2019).

Hadi menyebutkan, sekitar 40 persen dari 700 nelayan yang memaksakan diri tetap melaut. Padahal gelombang laut sedang tinggi sejak beberapa bulan terakhir.
Sementara itu, sejumlah nelayan lainnya saat ini memilih menjadi buruh tani atau bekerja memperbaiki jala dan perahu. Mayoritas nelayan melakukan hal itu, agar seluruh peralatan dapat digunakan kembali saat musim ikan datang.
“Saat ini sebenarnya harga ikan cukup tinggi. Misalnya, ikan tongkol yang dijual dengan harga Rp35-40 ribu per kilogram, salmon Rp50 ribu per kilogram, dan tuna Rp60 ribu per kilogram. Hanya, harga tersebut tidak sebanding dengan resiko yang harus mereka tanggung,” ujarnya.
Banyaknya nelayan yang memilih berhenti melaut juga memengaruhi kondisi pedagang ikan di daerah tersebut. Para pedagang ikan di wilayah itu, terpaksa membeli ikan hasil melaut ke wilayah Sukabumi atau Pangandaran.
“Soalnya hasil tangkapan nelayan di sini sangat minim. Tidak cukup untuk memenuhi pesanan. Sudah ada dua bulan, kami harus membeli dari daerah lain,” kata Yuni, pedagang ikan.
Wartawan: Purwanda | Editor: Ayi Kusmawan