Luas total karhutla di Indonesia dalam rentang waktu Januari hingga September 2019 mencapai ratusan ribu hektar. Water Bombing dan hujan buatan, merupakan bagian dari sejumlah upaya yang telah dilakukan BNPB dalam memadamkan kebakaran dengan menghabiskan ratusan juta liter air dan ratusan ribu ton garam.
DARA | JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengidentifikasi, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di seluruh wilayah Indonesia mencapai 857 ribu hektar dari Januari hingga September 2019. Kahutla tidak hanya terjadi di lahan gambut, melainkan juga di lahan mineral.
Siaran pers BNPB, kemarin, menyebutkan, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, lahan gambut terbakar mencapai 227 ribu ha. Karhutla di lahan gambut paling besar berada di di Kalimantan Tengah, seluas 76 ribu ha.
Sedangkan di lahan mineral terjadi di Nusa Tenggara Timur, seluas 119 ribu ha. Karhutla di lahan mineral terjadi di seluruh provinsi di Indonesia dengan luas terdampak terkecil di Provinsi Banten, 9 ha.
Masih menurut data KLHK, dari 857.756 ha itu, kebakaran pada lahan mineral 630.451 ha dan pada gambut 227.304 ha. Berikut ini luas lahan terdampak baik mineral maupun gambut di beberapa provinsi yang sering terjadi karhutla setiap tahun: di Provinsi Kalimantan Tengah 134.227 ha, Kalimanan Barat 127.462 ha, Kalimantan Selatan 113.454 ha, Riau 75.871 ha, Sumatera Selatan 52.716 ha, dan di Provinsi Jambi 39.638 ha.
Menurt KLHK juga, total luasan lahan hingga September 2019 ini lebih besar dibandingkan luas karhutla dalam tiga tahun terakhir. Luas karhutla pada 2018, 510 ribu ha. Sedangkan pada 2016 seluas 438 ribu ha.
Sementara itu, Data BNPB hari ini kemarin, pukul 08.00 WIB mencatat masih terjadi karhutla di sejumlah wilayah di Indonesia. Titik panas atau hot spot teridentifikasi di enam provinsi yang menjadi perhatian BNPB, yaitu di Provinsi Sumatera Selatan, 153 titik; Kalimantan Tengah, 44; Kalimantan Selatan 23, Kalimantan Barat, 5, dan di Provinsi Jambi 2 titik. Data tersebut berdasarkan citra satelit modis-catalog Lapan pada 24 jam terakhir.
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Bencana BNPB, Agus Wibowo, masih adanya titik panas berpengaruh terhadap kualitas udara di wilayah terdampak. Data kualitas yang diukur dengan parameter PM 2,5 mengindikasikan kualitas pada tingkat baik hingga tidak sehat.
Ia merinci, kualitas udara yang diukur dengan PM 2,5 di enam provinsi, yakni Provinsi Sumatera Selatan tidak sehat (136), Jambi tidak sehat (102), Kalimantan Tengah tidak sehat (101), Kalimantan Selatan tidak sehat (60), dan Provinsi Riau sedang (27). “Hanya Kalimantan Barat kualitas udara menunjukkan tingkat baik (5), meskipun terdapat titik panas,” katanya, dilansir bnpb.go.id, kemarin.
Selain keenam provinsi tersebut, lanjut dia, kebakaran juga masih terjadi di kawasan pegunungan seperti Gunung Cikuray, Provinsi Jawa Barat; Ungaran, Provinsi DIY; dan di Gunung Arjuno-Welirang, dan Ringgit, Provinsi Jawa Timur.
Hingga kini (22/10) BNPB, Agus menambahkan, masih menyiagakan sejumlah helikopter untuk pengeboman air atau water-bombing maupun patroli. Total air untuk pengeboman air di seluruh wilayah mencapai 392 juta liter.
Selaian pengeboman air, BNPB bersama BPPT dan TNI melakukan operasi udara berupa teknologi modifikasi cuaca (TMC) dengan menggunakan fixed-wing. “Total garam yang telah disemai mencapai 272 ribu Kg,” katanya.***
Editor: Ayi Kusmawan