Tahun ini tahun kedua bangsa kita merayakan kemerdekaan ditengah pandemi covid. Kemeriahan agustusan pun hilang terkurung aturan kerumunan. Namun, sangsaka merah putih masih tetap berkibar diseantero Nusantara.
Bukan tanpa alasan jika pemerintah mengeluarkan aturan dilarang ada lomba-lomba agustusan yang dinilai akan memunculkan kerumunan. Itu semata-samata untuk menghindari penyebaran virus corona yang masih juga menggila di tanah air.
Rakyat tentu memahami dan memaklumi aturan itu, sehingga ketentuan untuk meniadakan berbagai lomba dipatuhi dan diganti dengan situasi kesederhaan tanpa ada juga hiburan-hiburan. Dus akhirnya, kemeriahan itulah yang hilang dalam agustusan di tahun kedua ini.
‘Ya begitulah, jika kita bicara soal wabah covid atau juga disebut corona, sungguh sebuah realitas yang sangat mengerikan. Jutaan orang meninggal dunia. Jutaan orang positif covid, jutaan orang harus jalani isolasi mandiri dan jutaan anak jadi yatim piatu ditinggal orangtuanya yang mati karena covid.
Tak cukup itu, jutaan pengusaha juga harus kehilangan proyeknya, omzetnya atau orderannya. Jutaan pedagang kecil, termasuk yang mengais rejeki di tepi jalan dengan sebutan pedagang kaki lima, juga kini kehilangan penghasilannya.
Banyak lagi dampak lain yang ditimbulkan oleh corona, seperti jutaan anak sekolah kehilangan dunia bermainnya karena harus sekolah di rumah dan daring. Jutaan buruh pabrik atau pekerja di sektor lain juga harus kehilangan pekerjaannya atau kena PHK karena perusahaan tak lagi sanggup membayar upah.
Restoran dan hotel, objek wisata dan perusahaan angkutan publik harus tutup atau paling tidak mengurangi operasional usahanya karena sepi peminat atau pengunjung. Entah kapan bisa normal lagi.
Ewuh pakewuh ini tak menemukan jawaban pasti kapan akan berakhir. Apalagi katanya, covid tak mungkin sirna, kecuali berkurang dari paparan. Covid akan tetap ada diantara kehidupan kita, sehingga kita harus bisa beradaptasi dengan kondisi itu.
Kemerdekaan yang sudah menginjak 76 tahun ini tentu tak ada kaitannya dengan wabah covid. Kemerdekaan adalah fakta sejarah dimana selama 76 tahun itulah bangsa Indonesia terbebas dari belenggu penjajah. ‘Ya belenggu penjajah, itu saja dulu pengertian dari kemerdekaan atau Proklamasi yang setiap tanggal 17 Agustus kita peringati. Bukan pada penjabaran seperti apa kemerdekaan yang hakiki, kemerdekaan bukan pada soal kebebasan kehidupan secara makro, dimana kemerdekaan diartikan dengan kebebasan dalam segala hal jalan kehidupan atau hak-hak manusia.
Jika pengertian kemerdekaan dikonotasikan pada kebebasan hidup dalam hak-haknya sebagai manusia, maka pemahaman kita akan tertuju pada pemahaman bahwa katanya kita belum merdeka semerdeka merdekanya. Kita masih harus membayar pajakl, masih tidak boleh bersuara lantang mengkritik dan kita masih dibayang-bayangi dengan rasa ketakutan kalau begini pasti begitu.
Pemahaman itulah yang harus dikesampingkan. Pasalnya, kemerdekaan bukanlah berarti bebas sebebas bebasnya. Sebagai warga bernegara tentu harus menghormati tatanan negara dan perundangan-undangan yang ada. Kebebasan keblabalasan adalah sikap yang harus dihindari oleh bangsa ini.
Kebebasan kemerdekaan harus tetap terkondisikan dengan tata aturan hidup berbangsa dan bernegara dengan segala aturan dan perundang-undangannya.
Tampaknya yang harus jadi fokus pada pikiran kita semua adalah bagaimana kita berjuang memenangkan pertarungan hingga meraih kemerdekaan dan kebebasan dari kejaran dan belenggu Covid-19. Itu semua harus dilakukan bukan hanya oleh pemerintah tapi juga jadi tanggungjawab kita semua sebagai rakyat untuk membangun kebersamaan memerangi wabah ini.
Itulah kata kunci dari kemenangan melawan covid. Mari kita berjuang bersama melawan covid agar kemerdekaan tahun depan kembali bisa meriah semeriah pesta agustusan.
Dirgahayu ke 76 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.***