“Pergub 46 mencakup penentuan level kewaspadaan kabupaten/kota, pelaksanaan PSBB proporsional sesuai level kewaspadaan kabupaten/kota, protokol kesehatan per level kewaspadaan dalam rangka AKB, pengendalian dan pengamanan, serta monitoring evaluasi dan sanksi,” ujar Setiawan Wangsaatmaja.
DARA | BANDUNG – Menjelang masuk di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, telah mengeluarkan peraturan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) proporsional sebagai persiapan AKB di seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat.
Ketentuan ini diatur dalam Pergub Nomor 46 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB Secara Proporsional Sesuai Level Kewaspadaan Daerah Kabupaten/Kota sebagai Persiapan Pelaksanaan Adaptasi Kebiasaan Baru untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Sekretaris Daerah Jawa Barat, Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, Pergub tersebut mengatur pedoman AKB dalam koridor PSBB Jawa Barat dalam level kewaspadaan. Karena sebenarnya Jabar belum bermaksud melepaskan secara penuh PSBB.
“Pergub 46 mencakup penentuan level kewaspadaan kabupaten/kota, pelaksanaan PSBB proporsional sesuai level kewaspadaan kabupaten/kota, protokol kesehatan per level kewaspadaan dalam rangka AKB, pengendalian dan pengamanan, serta monitoring evaluasi dan sanksi,” ujar Setiawan melalui siaran pers, Rabu (3/5/2020).
Dalam penentuan level kewaspadaan, ada sembilan indikator yang dipakai Pemprov Jabar, yakni laju ODP, PDP, pasien positif, kesembuhan, kematian, reproduksi instan, transmisi/kontak indeks, pergerakan orang, dan risiko geografi atau perbatasan dengan wilayah transmisi lokal.
“Sembilan indikator ini berdasarkan kajian dan rekomendasi pakar epidemologi,” kata Setiawan.
Dari sembilan indikator ini, menghasilkan lima level kewaspadaan kabupaten/kota. Level 1 Rendah, tidak ditemukan kasus positif, Level 2 Moderat, kasus ditemukan secara sporadis atau impor, Level 3 Cukup Berat, ada klaster tunggal, Level 4 Berat, ditemukan beberapa klaster, dan Level 5 Kritis, penularan pada komunitas.
“Lima level kewaspadaan ini kemudian melahirkan perlakuan atau protokol berbeda-beda per kabupaten/kota,” jelasnya.
Setiawan mencontohkan, kabupaten/kota dengan Level 1 maka protokolnya normal, Level 2 jaga jarak, Level 3 PSBB parsial, Level 4 PSBB penuh, dan Level 5 protokolnya adalah Karantina (lockdown).
Kemudian diatur juga level kewaspadaan per kecamatan/kelurahan yang protokol kesehatannya kurang lebih sama dengan tingkat kabupaten/kota dengan istilah baru Pembatasan Sosial Berskala Mikro.
Selain PSBB, Pergub 46 juga mengatur protokol kesehatan dalam rangka AKB yang perlakuannya pun sesuai dengan level kabupaten/kota. Level 1 yang paling baik misalnya, diperkenankan membuka tempat ibadah dengan syarat kapasitas maksimal 75 persen, pergerakan orang diizinkan antar provinsi, belajar di sekolah tapi hanya 50 persen siswa, tempat wisata dibuka pukul 06.00–16.00 dengan kapasitas maksimal 50 persen, dan masih banyak aturan lain, aktivitas perbankan kapasitas 70 persen dengan pegawai 25 persen kerja di rumah dan 75 persen ke kantor.
Sebaliknya Level 5 yang paling kritis akan diberlakukan karantina dengan pergerakan dibatasi per desa/kelurahan bahkan per RT/RW, pegawai 100 persen kerja di rumah, supermarket, minimarket, mal, sampai pasar tradisional tutup.
“Kabar baiknya tidak ada kabupaten/kota yang masuk kategori kritis,” ucapnya.***
Editor: Muhammad Zein