DARA | JAKARTA – Masih terjadi silang pendapat tentang Rancangan Undang-Undang Pesantren. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) minta segera disahkan menjadi udang-undang dalam rapat paripurna DPR. Sedangkan Muhammadiyah justru minta DPR menundanya.
PBNU menilai isi keseluruhan RUU tersebut sudah mengakomodir keberagaman pesantren di Indonesia.
Ketua Harian Tanfidziyah PBNU, Robikin Emhas mengatakan, dalam pandangan NU, keseluruhan isi RUU Pesantren sudah memenuhi kaedah dan mengakomodasi keberagamaan pesantren di Indonesia.
Robikin juga menilai RUU Pesantren sudah memuat definisi pesantren dengan tepat. Ada lima unsur pokok kriteria pesantren, yaitu kiai, santri, masjid atau musholla, pondokan atau asrama, serta kitab kuning.
“Kurang satu saja, tidak bisa disebut sebagai pesantren,” ujarnya, Jumat (20/9/2019).
Saementara itu, Pengurus Pusat Muhammadiyah mengirim surat kepada DPR agar menunda pengesahan RUU Pesantren. Surat diteken Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dan Ketua Busyro Muqoddas. Dikirim ke Komisi VIII DPR dan ditembuskan ke Presiden RI, Ketua Komisi X DPR, Ketua Komisi VIII DPR.
Ormas Islam yang namanya terlampir dalam surat antara lain Aisyiyah, Al Wasliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Persatuan Islam (PERSIS), Dewan Dakwah Islamiyah (DDI), Nahdlatul Wathan (NW), Mathla’ul Anwar, Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) dan Pondok Pesantren Darunnajah.
“Setelah mengkaji secara mendalam RUU Pesantren, dengan memperhatikan aspek filosofis, yuridis, sosiologis, antropologis, dan perkembangan serta pertumbuhan pesantren dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka kami menyampaikan permohonan kiranya saudara Ketua DPR RI berkenan menunda pengesahan RUU Pesantren menjadi undang-undang,” demikian petikan surat tersebut.***
Editor: denkur/sumber CNNIndonesia