Ruwatan ini sangat berhubungan sekali dengan prinsip tersebut, karena ritual ruwatan termasuk tradisi lama yang nilai-nilainya bisa diterapkan di masa sekarang.
TRADISI dan toleransi telah menjadi dua kutub yang mudah dibenturkan. Fenomena ini acap kali menjadi ancaman bagi kerukunan dan keberagaman bahkan sering kali berakhir dengan kekerasan atau intoleransi.
Munculnya kekerasan atau intoleransi disebabkan karena praktek tradisi masyarakat tersebut berdasar atas keyakinan yang menurut sebagian masyarakat melanggar syariat agama dan keyakinan lain.
Tradisi Ruwatan misalnya, adalah tradisi yang diyakini masyarakat adat tertentu sebagai media komunikasi antara Manusia, alam dan makhluk lainnya. Suguhan sasajen dengan diiringi musik tertentu sebagai media ritual, seakan hal tersebut berbau klenik dan mengundang perdebatan.
Agenda tersebut sekaligus sebagai bentuk pelaksanaan dari Saptawikrama (Tujuh Kebijaksanaan Kebudayaan ) Lesbumi yang ketiga, yaitu membangun wacana independen dalam memaknai kearifan lokal dan budaya islam Nusantara secara ontologis dan epistimologis keilmuan.
Di Nahdlatul Ulama dikenal sebuah Prinsip atau bisa juga disebut pedoman yang berbunyi
“Al-Muhafazhoh ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah”, Memelihara Tradisi lama yang baik dan mengambil kebiasaan baru yang lebih baik.
Gelar Ruwatan ini sangat berhubungan sekali dengan prinsip tersebut, karena ritual ruwatan termasuk tradisi lama yang nilai-nilainya bisa diterapkan di masa sekarang, bahkan nilai-nilai tersebut salah satu faktor penguat bagi generasi sekarang untuk membangun negeri ini ke depan dengan didasari semangat kearifal lokal. Seperti semboyan negeri ini, Kita berbeda-beda tapi satu tujuan “Bhineka Tunggal Ika”.
Kemudian apa yang salah dari ritual masyarakat adat tersebut, sehingga seringkali berimbas pada laku intoleransi? Untuk mengetahui jawabannya, Lesbumi PCNU Kabupaten Bandung dalam kerangka memperingati Harlah NU yang ke-96 akan menggelar RUWATAN dengan tema “Menjaga Tradisi, Merawat Toleransi”.
Kami mengajak kepada seluruh unsur masyarakat serta para pihak yang peduli terhadap khazanah Budaya Nusantara untuk bersama-sama membuat, membuka ruang-menghimpun dan bergerak untuk menghadirkan kembali nilai-nilai budaya Nusantara yang hampir tergerus oleh praktek intoleransi dan sisi negatif arus globalisasi.
Editor: Maji