Tahun ini, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil sensus penduduk tahun 2020. Tercatat jumlah penduduk Indonesia hingga September 2020 sebanyak 270,20 juta jiwa.
DARA – Dominiasinya 27,94 persen generasi Z dan 25,87 persen generasi milenial.
Terpaut 2,07% lebih banyak dari milenial, Gen Z kelahiran 1997 sampai 2021 memegang peran penting bagi masa depan Indonesia.
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai new generation ini, Sampoerna Academy sebagai institusi pendidikan formal bertaraf internasional, bersama telehealth terdepan di Indonesia Halodoc menggelar forum diskusi virtual bertema “Gen Z-Mental Health Issues”.
Sering disebut juga sebagai digital natives, Gen-Z dibesarkan kecanggihan digital, gawai, dan internet, serta tumbuh dengan pengalaman hidup dan interaksi sosial yang berbeda.
Karena paparan teknologi yang sangat intens, Gen Z pun dikatakan menghadapi isu kesehatan mental yang tidak sama dengan generasi sebelumnya.
Tetapi apakah sebenarnya gawai, internet, dan media sosial menjadi faktor penyebab gangguan terhadap kesehatan mental?
Mitra Psikolog Halodoc Andria Charles M.Psi menjelaskan, kesehatan mental Gen Z memang perlu diperhatikan, khususnya untuk anak-anak yang membawa faktor kecenderungan atau risiko gangguan kesehatan mental.
“Pada dasarnya setiap individu dan anak adalah unik. Prinsip perkembangan anak adalah seperti membangun rumah, yaitu apabila fondasinya tidak kuat, maka bangunannya juga tidak kokoh,” ujarnya dalam rilis yang diterima redaksi, Sabtu (1/5/2021).
“Pada fase perkembangan anak ada enam aspek yang harus terpenuhi, yaitu motorik halus, motorik kasar, bahasa, kognitif, sosial, dan emosional. Begitu salah satu dari aspek ini tidak terbangun dengan baik, maka fondasi diri menjadi tidak kokoh, sehingga saat mereka terpapar dengan media sosial atau gadget bisa jadi menimbulkan masalah lebih serius,” imbuhnya.
Selain pentingnya memperhatikan fase perkembangan anak, ada juga 4C yang menjadi kebutuhan mental yang krusial dan dibutuhkan setiap individu, yaitu Connect (Terhubung), Capable (Mampu), Count (Bernilai), dan Courage (Berani).
Ketika keempat hal ini terpenuhi, maka individu atau anak tersebut lebih siap menghadapi berbagai tantangan atau situasi yang bisa mengganggu kesehatan mentalnya.
“Sejalan dengan misi kami untuk memberikan pembelajaran berkualitas tinggi yang memenuhi ekspektasi global untuk prestasi dan pengembangan karakter siswa dengan menggunakan pendekatan Science, Technology, Engineering, Arts, and Maths. (STEAM),” ujarnya.
“kami memahami pentingnya untuk selalu menciptakan lingkungan belajar yang aman, penuh perhatian, dan kolaboratif. Hal ini tentunya juga mencakup kesehatan mental para murid dengan menyediakan sesi konseling bagi murid yang membutuhkan di seluruh sekolah Sampoerna Academy Harapan kami dengan digelarnya acara ini dapat memberikan perspektif baru bagi orang tua dan masyarakat, sehingga generasi muda kita tetap berani menghadapi tantangan demi mengejar impian dan cita-citanya,” tutup Dr. Mustafa Guvercin, School Director of Sampoerna Academy.***
Editor: denkur