Satelit Republik Indonesia (Satria)-1 memiliki kapasitas 150 gigabyte per second (Gbps) dengan kemampuan tiga kali lebih besar dari total sembilan satelit yang digunakan Indonesia saat ini.
DARA – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny Gerard Plate, berencana menyaksikan peluncuran Satelit Republik Indonesia (Satria)-1, minggu depan di Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat.
“Minggu depan saya ke Amerika Serikat untuk melihat persiapan peluncuran satelit pertama kita (SATRIA-1),” ujar Menkominfo usai membuka Pertemuan Ketiga Kelompok Kerja Ekonomi Digital G20 atau 3rd Digital Economy Working Group (DEWG) Meeting G20 di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Rabu (20/7/2022).
Menurut Menkominfo Johnny, satelit intu memiliki kapasitas 150 gigabyte per second (Gbps) dengan kemampuan tiga kali lebih besar dari total sembilan satelit yang digunakan Indonesia saat ini.
Satelit itu dengan teknologi Very High Throughput Satellite (VHTS) itu rencananya akan diluncurkan pada kuartal pertama 2023 mendatang.
“Di kuartal kedua akan disusul juga sekitar Juli atau Agustus (2023) ya, dengan satelit kedua kita,” imbuhnya, seperti dikutip dari Infopublik, Rabu (20/7/2022).
Sekedar informasi, saat ini Indonesia memiliki sembilan satelit komersial yang kini beroperasi yang terdiri atas lima satelit nasional dan empat satelit asing, dengan total seluruh kapasitas transmisi sebesar 50 Gbps.
Satelit Satria-1 itu memiliki dimensi tingginya mencapai 6.5 meter dan usia operasionalnya sekitar 15 tahun.
Perakitan satelit Satria-1 dilakukan atas kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Thales Alenia Space, perusahaan manufaktur satelit yang berbasis di Perancis.
Sedangkan untuk produksi roketnya sebagai peluncur satelit berada di Amerika Serikat. Pemerintah menggandeng Space Exploration Technologies Corporation atau SPACEX – perusahaan transportasi luar angkasa swasta Amerika Serikat yang didirikan oleh Elon Musk.
Proyek Satelit SATRIA-1 dibangun melalui skema perjanjian kerja sama pemerintah dengan badan usaha atau KPBBU. Proyek ini membutuhkan investasi senilai US$545 juta.
Editor: denkur | Sumber: Infopublik