DARA | BANDUNG — Kesiagaan Taruna Siaga Bencana (Tagana) sangat dibutuhkan baik sebelum, pada saat, dan sesudah terjadi bencana. Selain itu koordinasi dan konsolidasi, serta memberikan informasi terhadap masyarakat untuk meminimalisir dampak bencana, juga menjadi bagian tugasnya.
Penegasan tersebut terungkap dalam Rakor yang digelar Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, di Gedung Mohamad Toha Soreang, Kabupate Bandung, tempo hari. Rakor berlangsung sebagai upaya memperkuat sinergitas antartagana se-Jawa Barat dalam penanggulangan bencana.
“Melalui sistematis tugas yang baik, satu komando dan sinergis yang baik pula, rakor ini bisa dijadikan pembekalan dan momen untuk memperkuat sinergitas antar tagana se jabar,” kata Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Provinsi Jabar dr. H. Dodo Suhendar, di hadapan 500 peserta rakor yang berasal dari 27 kabupaten/kota se jabar itu.
Rakor juga membahas berbagai informasi kebencanaan serta mempersamakan persepsi mengenai fungsi dan potensi anggota Tagana, selain tugas mereka sebagai relawan bencana.
Dia berharap, sinergitas tersebut akan melahirkan sistem informasi penanggulangan bencana di masyarakat, melalui kehadiran Tagana sebagai mitra pemerintah daerah. Kemudian lanjutnya, karena anggota tagana tinggal di daerah masing-masing yang rawan bencana, sudah pasti mereka akan lebih siap untuk selamat.
“Saya berterima kasih karena Pemerintah Kabupaten Bandung sudah memiliki regulasi terkait PB. Apalagi sudah memiliki Tagana berprestasi dan kampung siaga bencana. Semoga melalui rakor ini, akan ada peningkatan tagana dari segi sumber daya manusia, kompetensi, dan kemampuannya dalam hal PB,” ujarnya.
Menanggapi hal itu Asisten Ekonomi dan Kesejahteraan (Ekjah) Kabupaten Bandung H Marlan, menuturkan, salah satu regulasi terkait penanggulangan bencana, yakni Perbup Nomor 81 tahun 2017 Tentang Pembagian Kewenangan Tugas dan Fungsi Perangkat Daerah Dalam Penyenggaraan Penaggulangan Bencana di Kabupaten Bandung.
“Dengan lahirnya regulasi tersebut, di Kabupaten Bandung sudah diatur siapa berbuat apa dalam penyelenggaraan pra, saat, dan pasca bencana. Tidak akan ada ego sektoral, tidak akan ada saling melempar tanggungjawab, semua berkontribusi sesuai aturan. Hal ini akan kita bangun terus, mudah-mudahan dengan hadirnya tagana akan lebih efektif.”
Menurut dia masyarakat harus memiliki kapasitas dalam menghadapi bencana, supaya lebih siap dan siaga. Khususnya untuk masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana lanjut Marlan, sudah seharusnya menerapkan pemahaman living harmony with disaster.
“Kalau mereka tidak mau pindah, berarti harus bisa menyesuaikan. Untuk banjir misalnya, bisa diantisipasi dengan meninggikan rumah. Peringatan dini juga harus terpasang, sehingga warga bisa mengetahui datangnya banjir lebih awal dan lebih bisa mempersiapkan diri,” katanya.***
Editor: Ayi Kusmawan