DARA | CIMAHI – Menurut Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, sebutan sekolah favorit dan sekolah tidak favorit menyebabkan ketimpangan. Ruang kelas dan fasilitas di sekolah favorit terus ditambah.
Sedangkan, sekolah tidak favorit jumlah siswanya menyusut dan infrastrukturnya kurang mendapatkan atensi. Selain itu, Uu Ruzhanul mengingatkan orang tua Calon Peserta Didik Baru (CPDB) tidak berkecil hati jika anaknya tidak diterima di sekolah negeri, karena Pemprov Jawa Barat menjamin pendidikan berkualitas untuk semua anak.
Oleh karena itu, Uu Ruzhanul berpesan kepada orang tua CPDB untuk menyiapkan sekolah alternatif untuk anaknya. Apalagi, saat ini, banyak sekolah swasta yang memiliki standar tinggi guna menjaga kualitas dan mutu pendidikan.
Alternatif lainnya, melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren (Ponpes). Hal itu menjadi salah satu solusi, terlebih, banyak Ponpes yang sudah mampu menghasilkan lulusan yang tidak kalah kompetennya dengan lulusan sekolah formal.
“Banyak pemimpin yang lahir jebolan pondok pesantren. Intinya jangan sampai anak itu tidak belajar. Kami yakin, lulusan pondok pesantren tidak kalah dengan produk pendidikan formal,” katanya, setelah meninjau Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 di SMK Negeri 2 Kota Cimahi, kemarin.
Uu Ruzhanul pun menyakinkan orang tua CPDB, Pemprov Jawa Barat akan segera mempunyai Perda terkait pendidikan keagamaan. Jika Perda tersebut terbit, Ponpes maupun lembaga pendidikan keagamaan lainnya akan menjadi atensi pemerintah.
Selain itu, Ponpes pun akan mendapatkan bantuan secara regular dari Pemprov Jawa Barat seperti sekolah formal pada umumnya. Sehingga, kualitas pendidikan pun akan terus meningkat dan mencetak lulusan-lulusan terbaik.
Dalam kesempatan itu, ia menyebutkan, sistem zonasi PPDB 2019 merupakan upaya pemerataan kualitas pendidikan. Lewat sistem tersebut, jumlah siswa di setiap sekolah akan ideal.
“Sebelum menggunakan sistem zonasi banyak siswa yang memaksakan mendaftar di sekolah yang dinilai favorit. Akhirnya, semua menumpuk daftar di sekolah itu,” ujar dia.
Editor: Ayi Kusmawan