Meski dikepung perubahan zaman yang makin modern, namun seni calung tetap ada di kehidupan masyarakat Sunda. Grup Mencenges Putra adalah salah satu lingkung seni calung yang masih eksis hingga sekarang.
DARA | BANDUNG – Grup seni calung Mencenges Putra yang bermarkas di Jalan Cisirung RT01/12 Desa Cangkuang Kulon Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung adalah grup seni tradisional sunda yang dibentuk tahun 1985 oleh Drs Abin Saepudin, sekaligus menjadi pemimpin grup seni tersebut. Grup calung ini sudah melahirkan tiga generasi.
Generasi pertama sebagian sudah usia lanjut dan ada juga yang sudah meninggal. Maka, terbentuklah generasi kedua. Namun, seiring berjalannya waktu, generasi kedua tersebut sempat redup karena hilang semangat. Selanjutnya, bangkitlah generasi ketiga yang diprakarsai Septian Azis, pemuda berusia 19 tahun yang sangat peduli terhadap kelestarian seni calung.
Generasi ketiga kini sudah berjalan dua tahun. Septiana menginginkan calung lebih dikenal oleh berbagai suku, sehingga memotivasi para anak muda untuk melestarikan musik calung.
Calung terdiri dari berbagai waditra yaitu 3 calung panerus, 2 calung dalang, goong, kendang dan kecrek.
Grup Mencenges Putra ini sering manggung di beberapa tempat seperti Citeureup, Sukamukti, dan di daerah Cisirung. “Kalau di Sukamukti itu dua kali,” ujar Septian Azis.
Anggota yang berada di generasi ke tiga ada delapan orang yang semuanya anak muda dari kelas 2 SMP hingga yang sudah bekerja. Pelatihnya adalah personil di generasi ke satu. Semua anggota belajar Calung dari nol sampai bisa, dan biasanya sebelum praktek teori dalu.
Biasanya berlatih seminggu dua kali di hari Jumat dan Sabtu jam 7 malam sampai jam 11. “Alhamdulillah para orangtua tidak ada yang protes, bahkan mendukung,” ujar Septian Azis.
“Lestarikan budaya sunda ini, cintai budaya sunda ini, jangan kalah dengan budaya asing. Jika bukan kita yang melestarikan, siapa lagi?,” ujar Septian Azis.***
Wartawan (Job): Adinda Rohimah-Dela Fatimah Azzahra | Editor: denkur