DARA | BANDUNG – Pemdaprov Jawa Barat sudah pernah memberi respons terkait terbitnya Permendikbud 51 Tahun 2018 tentang PPDB. Hal ini dilakukan menyikapi sejumlah pasal yang tidak sesuai dengan kondisi di daerah.
’’Kami hormati adanya aturan Permendikbud tentang PPDB. Tapi, ada yang tidak sesuai dengan kondisi di daerah,’’ kata Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Dewi Sartika, tempo hari.
Menurut Dewi Sartika, respons itu disampaikan dalam beberapa kesempatan rapat koordinasi, baik yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. ’’Meski tidak tertulis. Tapi posisi Permendikbud itu sudah jadi.”
Pihkanya juga menyampaikan keresahan masyarakat. “Ini jadi konsern kami. Semoga bisa jadi bahan perbaikan untuk aturan permendikbud ke depan tentang PPDB,’’ ujar dia.
Dewi menjelaskan, beberapa masukan yang tertuang di permendikbud dimaksud. Pertama tentang penetapan persentase tiap kuota.
Ia menvontohkan, zonasi 90 persen, prestasi 5 persen perpindahan 5 persen. Ini, menurut dia, sebaiknya diserahkan ke pemerintah daerah sesuai kondisi.
Kedua, ada pernyataan kartu keluarga atau surat keterangan domisili. “Ternyata di kabupaten atau kota tertentu, aparat kelurahan tidak bisa menerbitkan surat keterangan domisili, yang dapat dikeluarkan adalah surat pernyataan,” katanya.
Ketiga, lanjut dia dalam Permendikbud, di dalam seleksi jalur zonasi, berbasis jarak, jika ada beberapa siswa yang memiliki jarak sama, dilakukan seleksi berdasar waktu mendaftar. “Ini menyebabkan terjadinya pendaftaran membludak pada waktu bersamaan. Bahkan, ada yang datang pada dini hari.”
Keempat, menurut dia, ada pasal yang ambigu. Bisa diartikan berbeda, terkait pasal yang menyatakan, siswa dapat memilih satu dari tiga jalur pendaftaran di dalam zonasi. Sementara di pasal lain menyatakan jalur prestasi dan perpindahan hanya dilakukan untuk calon peserta didik dari luar zona.
“Ini seolah berbeda makna, pernyataan pertama dimaknai dalam zonasi bisa memilih jalur zonasi, prestasi dan perpindahan. Sedangkan di pasal lain di atas maknanya jalur prestasi dan perpindahan harus keluar zona,” ujar dia.
Kelima, seleksi berdasarkan Ujian Nasional (UN) persentasenya kecil. “Sedangkan di UU Perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 2003 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak, pasal 9 menyatakan, setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka mengembangkan pribadinya dan tingkat kecerdasannya, sesuai dengan minat dan bakat,” ujar dia.
Kemudian, ia menambahkan, PP 17/2010 tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan, pasal 82 ayat 4 menyatakan, seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas X pada satuan pendidikan menengah didasarkan pada hasil UN.
Satu lagi, lanjut dia pula, Pemedikbud 14/ 2018 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan, Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah, pada pasal 17 ayat B menyatakan, hasil UN digunakan sebagai dasar untuk pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya. ’’Artinya jikalau berdasarkan aturan-aturan tersebut, prestasi UN mendapat kuota tidak sedikit atau lebih berkeadilan. Ini kan dasarnya ada,’’ katanya.***
Editor: Ayi Kusmawan