Tingkat penyebaran Covid-19 yang masih signifikan terus berdampak pada sektor pendidikan, dimana sistem belajar tatap muka yang direncanakan akan diberlakukan mulai semester genap pada bulan Januari ini harus kembali ditangguhkan.
DARA – Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, Juhana mengatakan, dengan melihat situasi di Kabupaten Bandung saat ini, memang tidak memungkinkan untuk melaksanakan belajar tatap muka, sehingga untuk semester genap pada tahun ajaran 2020-2021 ini masih tetap akan memberlakukan sistem belajar dari rumah (BDR).
Namun demikian, Junana meminta kepada para pengajar harus melaksanakan BDR yang lebih kreatif dan inovatif agar siswa tidak merasa jenuh ketika mengikuti pelajaran.
“Misalnya pembelajarannya harus menyenangkan, kurikulumnya disederhanakan, anak tidak ditekan oleh banyak tugas, sesekali ada guru kunjung atau sesekali siswa datang berkunjung ke guru atau sekolah dengan protokol kesehatan dan izin dari orangtua,” ujar Juhana melalui sambungan telepon, Senin (4/1/2021).
Juhana mengatakan yang terpenting saat ini adalah menjaga kesehatan dan keselamatan siswa dan guru. Tidak masalah kalau siswa harus ketinggalan pelajaran, daripada mengambil resiko terpapar Covid-19.
“Kalau ketinggalan pelajaran itu kan gampang, bisa remedial, bisa ikut susulan di semester berikutnya, nah kalau sampai terpapar itu kan resiko terburuknya adalah kematian, kalau sudah meninggal, apa yang mau disusul?” kata Juhana.
Untuk sekolah yang sebelumnya sudah melaksanakan belaja tatap muka terbatas, saat ini diberlakukan sistem relaksasi yaitu dengan BDR namun sesekali ada belajar tatap muka yang tempatnya tidak harus di sekolah.
Setiap siswa bisa membentuk kelompok belajar dan bisa melaksanakan pelajaran di halaman rumah dengan tehnik guru kunjung (guru yang sehat) atau secara perorangan siswa bisa mengunjungi guru di sekolah.
“Tapi syaratnya harus sekolah yang aman dari keramaian, sekolah yang sehat, pokoknya di fleksibelkan saja, jangan terlalu ketat, yang terpenting jangan lost contact antara siswa dengan guru,” tambahnya.
Lebih jauh Juhana memaparkan, yang paling dikhawatirkan saat melaksanakan belajar tatap muka adalah kondisi anak. Biasanya anak-anak memiliki imun yang kuat sehingga memungkinkan untuk menjadi orang tanpa gejala (OTG) yang bisa memaparkan covid-19.
“Kalau dipaksakan belajar tatap muka takutnya malah ada klaster baru yaitu klaster sekolah atau malah klaster keluarga,” katanya.
Ia juga ingin masyarakat khususnya para orangtua bisa memahami kalau bulan Januari itu bukan menjadi patokan akan diberlakukannya belajar tatap muka. Hal yang jelas tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri adalah hal tersebut tidak wajib, hanya diperbolehkan bagi sekolah yang sudah siap, kalau untuk yang belum siap, tidak masalah untuk tidak melaksanakannya.
“Jadi januari itu bukan patokan, ya, lebih baik untuk saat ini BDR saja. Saya harap semua pihak bisa bersabar baik orangtua ataupun siswa, memang BDR tidak akan seefektif belajar normal disekolah, namun itu wajar,” jelasnya.
Juhana menegaskan, saat ini tidak ada masalah dengan sistem pendidikan secara keseluruhan. Memang ada krisis pembelajaran, tapi jangan sampai ada krisis layanan pendidikan, yang terpenting anak masih terlayani walau dengan daring.
“Tapi hikmah dari keadaan ini adalah pendidikan berbasis daring, ini bisa jadi new normal, walaupun corona sudah tidak ada, saya fikir pembelajaran bentuk daring masih bisa mengakselerasi pelajaran. Dulu sebelum corona hanya 2 % sekolah yang melaksanakan e-learning, sekarang sudah lebih dari 90 % melaksanakan,” pungkasnya.***
Editor: denkur