PPDB alias pendaftaran peserta didik baru selalu memunculkan beragam cerita. Tiap tahun memang begitu. Tak pernah lepas dari keresahan dan kekecewaan para orangtua siswa.
Tahun ini pun sama. PPDB menuai aksi protes di sejumlah daerah. Di Jakarta umpamanya. Aksi demo orangtua siswa berlangsung di Balai Kota. Menuntut Gubernur Anies Baswedan menghapus prioritas usia dalam aturan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tersebut.
Para pendemo mempertanyakan kebijakan prioritas usia dalam PPDB DKI ini, bukan nilai siswa. Padahal, katanya selama di sekolah para siswa dituntut meningkatkan nilai.
“Kenapa harus diberlakukan usia? Kalau di sekolah dituntut dengan nilai KKM, kalau di sekolah dituntut nilai semester ganjil-genap, apa gunanya? Umur 19 tahun masuk di SMA, usia berapa di SD? apa maunya pemerintah mencerdaskan anak bangsa atau ingin menuakan anak bangsa?” begitu diantaranya kata pendemo seperti dimuat sejumlah media.
Soal zonasi pun diprotes para ornagtua siswa saat itu. Menurutnya, aturan tersebut tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor 44 mengenai zonasi.
Kemudian di Bandung aksi demo juga berlangsung, yaitu di kantor Dinas Pendidikan Jawa Barat. Para orangtua mengeluhkan soal PPDB sistim online. Menurutnya tidak semua masyarakat mengerti IT.
Disebutkan Ketua Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP) Illa Setiawati, masalah titik koordinat juga jadi persoalan. Banyak orang tua yang mengeluh karena titik koordinatnya salah, serta tidak sesuai dengan kenyataan tempat tinggalnya.
“Pengumuman PPDB pun tidak transparan. Ini banyak dikeluhkan orang tua. Karena mereka juga tidak tahu mengapa anaknya tergeser, kan itu tidak dibuka, enggak dijelaskan,” ujar Illa seperti dimuat sejumlah media.
PPDB tahun ini memang ada bedanya dengan tahun sebelumnya. Tahun ini karena situasi sedang wabah corona atau Covid-19. PPDB melalui online adalah jadi prioritas untuk menghindari kerumunan di sekolah.
Namun, lepas dari masalah-masalah yang muncul itu, pemerintah tampaknya harus terus mengevaluasi bagaimana sistim penerimaan siswa baru tidak berlarut-larut menuai masalah, termasuk soal katanya berseliwerannya memo-memo dari sejumlah pihak kepada pihak sekolah agar meloloskan siswa titipannya.
Persoalan itu juga tak bisa dianggap biasa saja, meski ditengarai memang sudah biasa terjadi di setiap tahun ajaran baru. Budaya titip menitip adalah sikap yang selain tidak baik bagi pendidikan mental masyarakat, juga dapat merugikan pihak lain.
Sengkarut PPDB hendaknya disudahi untuk menghindari munculnya tindak pidana suap menyuap dan KKN. Sengkarut PPDB adalah sebuah fenomena yang harus segera dihapus dari bumi pertiwi menuju kwalitas pendidikan yang lebih baik.***