“Kita menunggu upaya hukum dari mereka melalui pengadilan. Nanti kalau sudah ada keputusan pengadilan siapa yang menjadi pemenangnya, kita pasti tunduk dengan keputusan pengadilan,” ucap Asep.
DARA- Sengketa lahan SDN Bunisari di Desa Gadobangkong, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB) memasuki babak baru.
Kedua belah pihak yakni pihak yang mengaku ahli waris Nana Rumantana, tetap ngotot jika lahan tersebut milik keluarganya. Sementara Pemkab Bandung Barat, akan berupaya keras untuk mempertahankan aset limpahan dari Kabupaten Bandung, sebagai kabupaten induk.
BD, salah seorang ahli waris menyatakan jika pihaknya memiliki bukti kepemilikan lahan berupa Akta Jual Beli (AJP) yang dikeluarkan Pemerintah Kecamatan pada tahun 1970.
Ia akan membawa persoalan tersebut melalui jalur hukum. “Kita proses hukum, Insha Allah besok atau lusa, kita lanjut (ke pengadilan),” ujarnya pada wartawan usai proses mediasi di Desa Gadobangkong, Selasa (9/8/2022).
BD, yang enggan namanya disebutkan ini mengaku jika pihaknya memiliki dokumen kepemilikan yang lengkap.
Terkait penggembokan SDN Bunisari yang dilakukan olehnya, ia menyatakan bukan tindakan yang gegabah.
Sebelumnya, pihak ahli waris telah melayangkan surat ke Dinas Pendidikan (Disdik) KBB pada September 2001. Hanya perkara sampai tidaknya surat tersebut ke pihak pejabat Disdik ia tidak mengetahuinya.
Ia berdalih, penggembokan yang dilakukannya bukan tidak peduli dengan dunia pendidikan. Justru ia mengkhawatirkan suatu saat bangunan sekolah itu ambruk, akibat mengalami kerusakan.
Sementara ini, ia berasumsi jika pihak sekolah tidak boleh melakukan rehab, jika lahannya milik orang lain.
“Makanya kemarin kami gembok. Bukan apa apa, (tapi) mengkhawatirkan salah satunya itu. Bentuk kepedulian kami, bukan kami tidak peduli tentang pendidikan,” terangnya.
BD juga menegaskan, jika meminjamkan lahan milik keluarganya itupun sebagai salah satu bentuk kepedulian keluarganya terhadap dunia pendidikan.
“Kalau kami tidak peduli, orang tua kami tidak meminjamkan itu,” tegasnya.
Meski demikian, ia membolehkan sekolah itu tetap berjalan. “Untuk sementara silahkan berjalan, tapi saya tidak bertanggungjawab kalau misalkan roboh, itukan sudah lapuk,” bebernya.
Sementara, Pemkab Bandung Barat yang diwakili Kabag Hukum Asep Sudiro juga bersikukuh jika lahan SDN Bunisari adalah aset Pemda KBB.
Asep meyakini jika sekolah tersebut berdiri di atas lahan aset pemda. Dasar kepemilikan Pemda tersebut sesuai dengan limpahan aset dari Kabupaten Bandung ke KBB.
Hal itu tertuang sesuai dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 2007 tentang Pembetukan Kabupaten Bandung Barat
“Kalau tidak salah dalam pasal 41 setiap aset yang berada di wilayah KBB, wajib diserahkan oleh pemda Kabupaten Bandung ke pemda KBB,” jelasnya.
Kemudian, UU tersebut ditindaklanjuti oleh Pemda Kabupaten Bandung melalui Surat Keputusan Bupati.
Selain keputusan bupati, Asep mengatakan ada persetujuan dewan, kalau tidak salah bernomor 9 tahun 2010.
Artinya, lahan tersebut milik Pemda KBB yang memiliki kekuatan hukum. Oleh karena itu, Pemkab Bandung Barat akan berupaya untuk mempertahankan lahan tersebut dengan bukti-bukti yang ia sebutkan.
“Kita menunggu upaya hukum dari mereka melalui pengadilan. Nanti kalau sudah ada keputusan pengadilan siapa yang menjadi pemenangnya, kita pasti tunduk dengan keputusan pengadilan,” ucap Asep.
Sedangkan untuk penggembokan, ia berpendapat jika segala sesuatunya harus diselesaikan secara hukum.
Kemungkinan akibat ketidak sabaran dari ahli waris untuk segera menguasai tanah tersebut, maka terjadilah penggembokan.
“Nah ini tidak bolehlah, karena apa-apa juga harus sesuai dengan hukum. Tapi kalau sudah putusan pengadilan atau ijin dari pihak berwenang untuk penggembokan ya mangga,” ungkapnya.
Editor: Maji