Sidang sengketa tanah Perum Marine No1 antara Eka Sartika vs Perusahaan Daerah (PD) Pembangunan sampai pada tahap putusan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Cirebon.
DARA – Sidang berlangsung secara virtual. PN Kota Cirebon menolak gugatan pelawan, yakni Eka Sartika.
Begitu kata Humas PN Kota Cirebon, Asyrotun Mugiastuti saat ditemui di Pengadilan Negeri Kota Cirebon, Kamis kemarin (7/1/2021).
“Sidangnya sudah putusan dengan petikan perkara menolak gugatan pelawan. Namun, kita akui memang sedikit ada kendala saat upload ke e-court,” kata Asyrotun Mugiastuti.
Meski telah menolak gugatan pelawan, pihak PN belum menyatakan pertimbangan hukum mengapa menolak gugatan dari pihak pelawan.
“Untuk saat ini kita hanya bisa mengatakan isi putusan saja. Pertimbangan hukumnya kita tidak bisa ceritakan karena saya majelisnya, yang jelas perkara 76 itu sudah putus,” tuturnya.
Bukti-bukti yang diajukan pelawan yakni Eka Sartika, sudah dilihat dan dipertimbangkan pihak PN.
“Saya tidak bisa berkomentar mengenai itu, yang jelas majelis sudah melihat dan mempertimbangkan semua bukti yang ada. Buktinya kita pasti lihat satu persatu dan kita bandingkan kita nilai,” katanya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Eka Sartika, yakni Charlie Croosby Marpaung mengatakan, pihaknya akan mengajukan banding dalam waktu dekat. “Putusannya tadi ditolak semua. Nanti langkah selanjutnya kita akan banding,” ujarnya.
Sisi lain, Charlie Croosby Marpaung atau akrab disapa Marpaung mempertanyakan sikap pengadilan yang tidak langsung mengupload pertimbangan hukumnya.
“Kita bingung kenapa majelis hakim menolak gugatan kami yang pertimbangannya belum jelas, hanya petikan putusan saja. Jadi kita seperti orang bodoh, hanya melihat putusan saja tanpa ada pertimbangan,” ujarnya.
Marpaung juga mengatakan, posisi tanah itu di persil nomor 8 berdasarkan putusan nomor 46 tahun 2010. Sedangkan tanah yang sedang disengketakan di Perum Marine nomor 1 itu, masuk dalam persil nomor 7.
“Disini ada error ini objecto yang diklaim oleh PD Pembangunan. Tanah yang diklaim PD Pembangunan itu berdasarkan bukti nomor 46 tahun 2010 bukti kepemilikan tanah itu ada di persil 8. Sedangkan tanah punya kita itu ada di persil 7,” tuturnya.
Jika memang tanah tersebut milik PD Pembangunan atau Pemerintah Daerah Kota Cirebon, seharusnya tanah tersebut masuk dalam buku daftar aset tanah yang dimiliki pemerintah kota.
“Seharusnya jika tanah itu milik pemerintah kota, pasti terdaftar sebagai tanah pemerintah kota dalam buku daftar aset tanah. Sedangkan pihak PD Pembangunan tidak pernah menghadirkan bukti tersebut di persidangan,“ ujarnya.
Marpaung mengatakan, dengan tidak dihadirkannya bukti buku daftar aset tanah oleh pihak PD Pembangunan, maka seharusnya PD Pembangunan tidak sembarangan untuk mengklaim tanah orang.
“Jelas ini error in objecto, bagaimana bisa status tanah yang berada pada persil 8 malah menunjuk sebagai asetnya itu di persil 7,” lanjutnya.
Marpaung menegaskan tanah tersebut berasal dari tanah negara. Dikuatkan dengan adanya saksi ahli yang diajukan oleh pihaknya, selain itu juga dibatasi oleh batas alam yaitu sungai.
“Prosedur yang dilakukan pak haji dalam mengajukan sertifikat sudah sesuai dengan prosedur hukum, yaitu dari tanah negara asal usulnya, bukan dari eks tanah bengkok,” katanya.
Marpaung mengungkapkan pihaknya mempunyai bukti yang kuat, hal ini karena berdasarkan sidang lapangan tanahnya jelas berada di persil 7.
“Berdasarkan persidangan dilapangan jelas posisi tanah yang disengketakan masuk dalam persil 7, bukan 8 yang diklaim oleh pihak PD Pembangunan,” katanya.
Marpaung juga akan menyerahkan permasalahan sengketa ini ke Komisi Yudisial (KY) agar dapat ditinjau secara langsung.
“Kita juga akan serahkan permasalahan ini untuk ditinjau oleh Komisi Yudisial, sudah sesuai dengan putusan dan pertimbangan belum, karena fakta di lapangan kita sudah cek semua,” tandasnya.***
Editor: denkur