Setelah mengalami kersusakan dan tidak dapat digunakan sejak 2008 atau selama 12 tahun, TNI Angkatan Udara (AU) berhasil menghidupkan kembali alat Human Centrifuge yang ada di Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (Lakespra) dr. Saryanto, Jakarta Selatan.
DARA | JAKARTA – Human Centrifuge digunakan untuk mengetes daya tahan penerbang tempur terhadap tarikan gravitasi Bumi. Kondisi ini akan dialami oleh penerbang pada saat melaksanakan misi maupun operasi menggunakan pesawat tempur.
Sebelum TNI AU memiliki alat ini, para penerbang tempur Swa Bhuwana Paksa melaksanakan uji Human Centrifuge di luar negeri seperti di Belanda, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Singapura.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Yuyu Sutisna saat meresmikan kembali Human Centrifuge di Lakespra, Jumat, (21/2/2020) lalu, menerangkan, TNI AU membeli peralatan ini pada 1998 dan mulai mengoperasikannya 2001.
Namun, pada 2007 atau ketika baru digunakan selama enam tahun, peralatan ini rusak dan tak dapat digunakan lagi sampai 2017. Sehingga, sejak rusaknya alat ini pada 2007, para penerbang tempur TNI AU melaksanakan uji daya tahan gravitasi di luar negeri.
“Pada 2018, saat saya melaksanakan cek kesehatan rutin di sini (Lakespra), saya melihat alat ini masih rusak. Dan karenanya saya kemudian perintahkan Dankoharmat untuk melakukan striving guna mengetahui apa-apa yang rusak dan memperbaikinya,” ujar Marsekal Yuyu Sutisna.
Marsekal Yuyu berpandangan, TNI AU yang memiliki Komando Pemeliharaan Materiil Angkatan Udara (Koharmatau) dengan delapan deponya, tentu memiliki kemampuan untuk bisa didayagunakan memperbaiki alat ini. TNI AU juga menggandeng ahli dari luar, lulusan ITB untuk bekerja sama.
“Alhasil, perbaikan Human Centrifuge tuntas dilaksanakan selama 14 bulan dan telah dilakukan uji coba pertama pada 5 Februari 2020,” katanya.
Seluruh pelaksanaan perbaikan alat Human Centrifuge ini dipimpin oleh Komandan Komando Pemeliharaan Materiil Angkatan Udara (Dankoharmatau) Marsda TNI Dento Priyono.
Dengan selesainya perbaikan Human Centrifuge dan kini bisa digunakan lagi, kata Yuyu, TNI AU sudah berhasil melakukan inovasi khususnya mengaktifkan lagi peralatan-peralatan yang sudah rusak.
Yuyu menjelaskan, pada 2008-2010 upaya untuk memperbaiki Human Centrifuge ini pernah dilakukan. Upaya perbaikan dilakukan ke Austria, namun dibutuhkan biaya waktu itu Rp 170 miliar untuk memperbaikinya.
“Sekarang dengan perbaikan yang dilakukan oleh TNI AU, hanya keluar biaya Rp 6 miliar saja. Sangat jauh kan. Nah inilah, inovasi dari Koharmat dan pemeliharaan pun nantinya tidak perlu ke luar. Cukup dikerjakan oleh Koharmat,” jelasnya.
Yuyu juga menekankan pentingnya turun langsung ke bawah untuk mengetahui permasalahan di lapangan. Untuk pemeliharaan alat ini, kata dia, akan menggunakan dana rutin. Tahap berikutnya adalah menyekolahkan para operator Human Centrifuge.
“Kemudian alat ini juga saya sertifikasi karena legal dari suatu instansi pemeliharaan itu adalah disertifikasi oleh Dinas Kelaikan dari Keselamatan Terbang dan Kerja TNI AU (Lambangjaau). Dengan adanya sertifikasi, berarti alat ini 100 persen telah bisa dipakai,” ujarnya.***
Editor: Muhammad Zein | Sumber: airspace-review.com