Semua orang pasti pernah mengalami patah hati. Ditinggal pasangan, meninggalnya orang tersayang, putus cinta, hubungan tidak direstui orang tua, diselingkuhi, dan masih banyak lagi alasan seseorang bisa patah hati.
Dunia seakan runtuh seketika ketika mengalaminya. Tak sekadar membuat dunia ‘runtuh’, dampaknya terhadap kesehatan pun tidak main-main. Bahkan secara medis, ada yang disebut dengan sindrom patah hati.
Apa Itu Sindrom Patah Hati?
Broken heart syndrome atau sindrom patah hati adalah suatu gangguan yang terjadi pada otot jantung, bersifat sementara, dan sering kali disebabkan oleh kondisi stres karena patah hati (misalnya, akibat putus cinta atau kehilangan orang yang dicintai).
Risiko Anda mengalami sindrom patah hati dapat meningkat apabila Anda memiliki kriteria berikut:
Wanita (lebih berisiko ketimbang pria)
Berusia di atas 50 tahun
Memiliki riwayat depresi atau gangguan cemas
Dalam dunia medis, kelainan otot jantung akibat stres—termasuk akibat patah hati—disebut sebagai kardiomiopati takotsubo. Pada kondisi ini, kelainan otot jantung terjadi pada ventrikel kiri yang berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh.
Pada dasarnya, penyebab sindrom patah hati sama dengan stres emosional yang Anda alami ketika patah hati. Ketika Anda mengalami stres, tubuh akan menghasilkan hormon stres yang disebut hormon kortisol dan adrenalin secara berlebihan.
Hormon kortisol dan adrenalin akan menimbulkan efek pada tubuh, di antaranya meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, produksi gula darah, dan kolesterol.
Dengan adanya efek tersebut ketika Anda sedang patah hati, maka akan berpengaruh pada otot jantung sehingga risiko terjadinya penyakit jantung akan meningkat. Hal inilah yang disebut sebagai sindrom patah hati.
Berdasarkan penelitian yang diterbitkan di JAMA Internal Medicine, risiko penyakit jantung atau stroke meningkat hingga tiga kali lipat pada tiga bulan pertama setelah kematian orang yang disayangi.
Berita buruknya, peningkatan risiko penyakit mematikan tersebut juga berlaku untuk mereka yang sempat mengalami penolakan cinta, bercerai, atau masalah percintaan lainnya.
Gejala sindrom patah hati yang perlu menjadi perhatian, yakni nyeri dada dan sesak napas. Gejala ini mirip dengan penyakit gagal jantung atau serangan jantung, tetapi biasanya didahului dengan kejadian stres akibat patah hati.
Jika dilakukan pemeriksaan rekam jantung atau EKG, biasanya hasil yang akan didapatkan adalah gangguan irama jantung atau disebut aritmia.
Cara Mencegah dan Mengatasi Sindrom Patah Hati
Cara mengatasi sindrom patah hati yang utama adalah mendeteksi terlebih dahulu adanya gejala seperti di atas. Apabila mengalami gejala sindrom patah hati, segera periksakan kondisi Anda ke dokter.
Umumnya pengobatan yang dilakukan bagi Anda yang mengalami kondisi ini adalah perawatan beberapa hari. Ini dilakukan untuk memantau sementara kondisi Anda hingga pulih dan membaik.
Selain memantau kondisi, dokter akan melakukan pengobatan sesuai dengan kondisi Anda. Misalnya memberikan obat untuk meringankan beberapa gejala, di antaranya:
Menurunkan tekanan darah
Mengurangi penumpukan cairan
Mengatur irama jantung
Mencegah penggumpalan darah
Mengelola stres
Untuk mencegah terjadinya sindrom patah hati, tentunya Anda perlu menghindari penyebabnya, yaitu stres emosional. Pastinya hal ini tidak mudah mengingat Anda baru saja mengalami patah hati akibat putus cinta, perceraian, atau bahkan orang yang dicintai meninggal dunia.
Meskipun demikian, stres pasti terjadi dalam hidup siapa pun. Tinggal bagaimana Anda mengelola stres yang akan menjadi kunci untuk mengatasinya.
Temukan cara yang paling sesuai bagi Anda untuk mengelola stres. Sebagai contoh, ada orang yang mengelola stres dengan mengalihkan perhatiannya untuk berolahraga atau travelling.
Jangan lupa untuk bercerita kepada orang terdekat atau bahkan psikolog jika masalah yang Anda hadapi berat untuk Anda. Selain itu, belajar ikhlas dan beribadah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan juga membantu Anda mengatasi stres.
Meskipun gejala yang terjadi pada sindrom patah hati bersifat sementara, keluhan seperti nyeri dada dan sesak napas tidak bisa diremehkan. Kondisi tersebut dapat memicu masalah jantung dan gangguan kesehatan lain. Jadi, jagalah kesehatan mental Anda dengan belajar mengelola stres.***
Artikel ini sudah tayang di klikdokter dengan judul: Ini yang Perlu Anda Tahu Tentang Sindrom Patah Hati.
Editor: denkur