Penyederhanaan sistem kepartaian sangat relevan untuk diterapkan dalam rangka menciptakan sistem multipartai sederhana, yaitu sederhana dalam jumlah partai dan dalam pengelompokan ideologis.
DARA | Demikian disampaikan Prof Dr Siti Zuhro, MA dalam diskusi yang digelar Paramadina Institute of Ethic and Civilization (PIEC) bekerjasama dengan Yayasan Persada Hati, di Ruang Granada, Universitas Paramadina dimoderatori oleh Dr Rizki Damayanti, MA, Kamis (14/12/2023) .
Diskusi ini bertajuk “Kemunduran Peran dan Fungsi Partai Politik dalam Merawat dan Mengembangkan Demokrasi di Indonesia Dewasa Ini”.
Menurut Zuhro yang juga Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik LIPI dan Peneliti Utama Politik BRIN ini, partai politik (parpol) baru boleh ikut pemilu bila minimal sudah berusia 5 tahun dari sejak didirikan atau dibentuk.
Penguatan pelembagaan partai politik, kata Zuhro, diperlukan untuk mendorong partai kader dan kemandirian dana. Perlu pelembagaan kewajiban parpol untuk menjalankan fungsi-fungsi pendidikan politik, artikulasi/agregasi kepentingan, komunikasi politik, pengkaderan dan rekrutmen.
Zuhro menjelaskan sebagai konsekuensi partai kader, partai dilarang memiliki underbow. Partai hanya boleh mengefektifkan cabang dan ranting-rantingnya, satgas partai dilarang menyerupai simbol-simbol dan atribut militer.
Selain itu, partai dituntut untuk memperketat sistem dan pola rekrutmen keanggotaan partai, membangun sistem kaderisasi dan kepemimpinan serta memiliki program yang jelas dalam memenuhi fungsi-fungsinya.
Dikatakan Zuhro, salah satu problem partai politik di Indonesia adalah ketiadaan political merit sistem. Partai-partai di Indonesia pada akhirnya tidak dapat menjalankan fungsi politik yaitu pendidikan politik, integrasi politik dan artikulasi kepentingan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya idiologi yang kuat sebagai landasan dalam menyusun platform dan tidak adanya proses kaderisasi partai politik yang baik.
Menurut Zuhro, Undang-Undang Partai Politik perlu direvisi, harus mengatur syarat-syarat umum rekrutmen dan sistem kaderisasi yang diterapkan oleh partai politik, fungsi pendidikan politik, integrasi politik, dan artikulasi kepentingan.
Itu penting untuk mengurangi kecenderungan pola partai massa yang hanya sibuk menjelang pemilu, sistem keanggotaan yang sangat longgar, tidak ada seleksi ketat dalam rekrutmen keanggotaan, dan partai yang tak memiliki sistem pengembangan kaderisasi dan pemimpin yang kuat, sehingga partai gagal membangun kader-kader yang berdedikasi dan berkarakter.
“Agar sistem partai kader bisa tercipta, maka underbow partai politik tak dibutuhkan lagi. Ini juga dimaksudkan agar ada pembatasan yang jelas antara political society dengan civil society dan parpol harus dibedakan dengan organisasi masyarakat,” kata Zuhro.
“Selain itu, kemandirian parpol diperlukan agar parpol tidak senantiasa mencari ‘cantolan’ ke penguasa, sehingga intervensi kepengurusan partai oleh penguasa juga dapat diminimalisasi,” imbuhnya dikutip dari rilis yang diterima redaksi, Sabtu (16/12/2023).
Editor: denkur