“Situ Aksan tempat saya bermain dengan teman-teman waktu itu. Tempatnya indah punya kenangan di saat kita masih kanak-kanak,” ujar Yohandi.
DARA | BANDUNG – Bagi yang pernah muda pada tahun 1950-1970’an, mendengar nama Situ Aksan akan langsung teringat memori masa lalu. Situ yang ada di tengah Kota Bandung, Jawa Barat itu banyak menyimpan kenangan manis perjalanan hidup seseorang dan saksi pembangunan kota kembang di masa kolonial Belanda.
Situ Aksan adalah sebuah danau yang ada di tengah Kota Bandung, kini berada diantara Jalan Suryani dan Jalan Pagarsih. Selain sebagai tempat memancing dan tempat hewan angsa, danau itu menjadi tujuan wisata sekaligus sebagai balong penampungan air untuk mengatasi banjir. Dengan hanya menyewa perahu dayung, kala itu warga bisa menikmati indahnya danau Situ Aksan.
Kini, Situ Aksan itu sudah hilang. Menyempitnya lahan akibat banyaknya bangunan rumah di era 1980’an, membuat danau itu hanya tinggal riwayat. Namun bagi Yohandi (50) salah seorang warga sekitar, Situ Aksan memiliki kenangan indah.
Dahulu diakuinya Situ Aksan sangat ramai dikunjungi para wisatawan. Apalagi, jumlah pengunjung ke Situ Aksan semakin bertambah saat hari libur.
“Situ Aksan tempat saya bermain dengan teman-teman waktu itu. Tempatnya indah punya kenangan di saat kita masih kanak-kanak,” ujar Yohandi saat berbincang dengan dara.co.id, Rabu (17/6/2020).
Yohandi mengatakan, dahulu Situ Akasan menjadi tujuan favorit wisata, karena tempatnya yang indah dan sejuk, kawasan Situ Aksan sempat dijuluki hutan kota.
“Menurut orang tua dulu, zaman Belanda Situ Aksan dijadikan tempat konservasi dan pengendali air, makanya dulu di sebut westerpark,” ucapnya.
Jenis pohon semacam ki hujan, waru, beringin, cangkring, huni, kopo, loa, campaka endog, geredog atau javsura, kupa, sawo, namnam atau pukih, mangga, asem, dan jamblang, beberapa pohon yang terdapat di Situ Aksan.
Karena asrinya alam saat itu, tak heran di tempat ini kerap diadakan berbagai kegiatan masyarakat, seperti pasar malam, taman ria, perayaan imlek, dan Cap Gomeh.***
Editor: Muhammad Zein