Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bandung, Hedi Ardhia meminta kuasa hukum NU Pasti menunjukan landasan hukum soal Bawaslu harus menegur paslon nomor urut 3 Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan yang mengklaim diri sebagai ‘Bupati Bandung Terpilih’.
DARA – “Definisi Bupati definitif dan Bupati Terpilih itu jelas beda. Soal klaim itu yah biasa saja itu mah hak mereka. Kita tidak bisa melarang-larang selama itu tidak melanggar aturan. Sekarang saya balik bertanya, tunjukan kepada saya aturannya dimana yang melarang hal seperti itu. Kami Bawaslu dan KPU itu bekerja berdasarkan konstitusi dan undang-undang, bukan disuruh-suruh oleh kontestan,” kata Hedi melalui sambungan telepon, Selasa (16/3/2021).
Hedi mencontohkan, ketika rekapitulasi suara oleh KPU masih berlangsung saat itu semua kontestan mengklaim diri sebagai pemenang, termasuk Paslon nomor urut 1 Kurnia Agustina-Usman Sayogi (NU pasti Sabilulungan) yang mengklaim diri sebagai pemenang.
Bawaslu dan KPU tidak melarang atau mencegah klaim dari masing- masing kontestan itu, karena memang tidak ada dasar hukum yang mengaturnya.
“Jangan sok sok bicara demokrasi lah. Orang mengklaim diri sebagai pemenang kok dilarang-larang. Dalam sebuah negara demokrasi yah itu hak mereka mau mengklaim apapun juga. Jadi jangan suka memaksakan kehendak karena tidak sesuai keinginan kita. Seharusnya bertindak dan berlaku sesuai koridor hukum yang berlaku. Apalagi anda itu kan kuasa hukum, harusnya lebih ngerti soal aturan, bukan malah menggiring opini seoalah kami melakukan pembiaran,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum NU Pasti Sabilulungan, Sachrial, tegas mengingatkan Bawaslu Kabupaten Bandung yang dinilai membiarkan relawan Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan menggunakan kata ‘Bupati Bandung Terpilih’.
Menurutnya, kata Bupati Bandung Terpilih masih belum pas diberikan atau dipredikatkan kepada Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan.
Sachrial menegaskan jika saat ini proses Pilkada Kabupaten Bandung belum usai. Proses Pilkada Kabupaten Bandung masih ada beberapa tahapan lagi setelah adanya sengketa yang disidangkan di Mahkamah Konstitusi.
“Jadi enggak ada itu istilah bupati terpilih. Kami ingatkan ke Bawaslu untuk melalukan peneguran. Karena semuanya statusnya masih pasangan calon,” kata Sachrial di Hotel Grand Sunshine Soreang, Senin (15/3/2021).
Sachrial menambahkan, agar KPU, Bawaslu dan yang lainnya mengikuti peraturan sebaik-baiknya. Jika tidak, maka ini akan menciderai marwah demokrasi yang ada di Indonesia.
“Apalagi MK itu sebagai Judek dan Juris. Dia berhal menterjemankan undang-undang. Bahkan undang-undang tertinggi sekalipun, seperti UUD 1945. Bukan Judek Paksi seperti di PN atau Pengadilan Tinggi,” ujarnya.
Sachrial melanjutkan jika MK dalam melaksanakan tupoksinya sangat mengutamakan norma-norma hukum. MK pun akan jeli melihat apakah pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Bandung sudah memenuhi unsur demokrasi atau belum.
“Pilkada di sini, apakah memenuhi syarat Jurdil tidak. Itu wewenang MK. Saya sendiri mengutip perkataan Heru Widodo, seorang pengacara, bahwa kecurangan tidak boleh dimenangkan,” ujarnya.***
Editor: denkur