Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengawal kasus rudapaksa terhadap seorang santriwati penyandang disabilitas di Kabupaten Magelang, untuk memastikan korban mendapat perlindungan pemenuhan hak dan keadilan.
DARA – Saat ini, korban sudah dalam proses pendampingan baik secara fisik maupun psikologis oleh LSM SIGAP sebagai pendamping korban disabilitas dan P2TP2A Kabupaten Magelang.
“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas mulai dari proses penyidikan hingga putusan peradilan guna memberikän efek jera sebab tidak ada toleransi sekecil apapun terhadap segala bentuk kekerasan terhadap perempuan,” kata Deputi Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati, Minggu (23/01/22).
Perlindungan merupakan aspek penting yang harus dimiliki setiap masyarakat, dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan bahwa perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh negara dalam hal ini LPSK.
Ratna mengatakan KemenPPPA memberikan apresiasi kepada P2TP2A Magelang, Polres Magelang, LSM SIGAP Yogyakarta dan Rifka Anisah Yogyakarta yang telah bersinergi dan saling mendukung dalam menangani dan mendampingi santriwati korban pemerkosaan.
“P2TP2A Kabupaten Magelang sudah melakukan upaya pendampingan dalam penanganan terhadap kondisi korban, berupa asesmen, pendampingan psikologis bersama Rifka Anisah Yogyakarta, dan pendampingan proses hukum, seperti penyusunan Berita Acara Perkara (BAP) dan konsultasi hukum. Saat ini korban masih akan menjalani pemeriksaan psikologis di Rumah Sakit Dr Sardjito di Yogyakarta,” kata Ratna, seperti dikutip dari laman resmi Kemen PPPA, Selasa (25/1/2022).
Korban diperkosa oleh terduga pelaku tiga orang laki-laki yang salah satu terduga pelakunya masih berusia anak, yakni 15 tahun. Terhadap terduga pelaku berusia anak, harus ditangani melalui Undang-Undang Perlindungan Anak dan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Pelaku, diduga telah melanggar pasal Pasal 285 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun.
Ratna mengatakan penyandang disabilitas rentan menjadi korban kekerasan seksual dari lingkungannya dan rentan mendapat stigma atas kondisi kedisabilitasannya, rentan menjadi korban. Oleh sebab itu, perlindungan hukum kepada korban yang merupakan perempuan penyandang disabilitas merupakan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang mengalami kerugian akibat perbuatan orang lain. Perlindungan ini diberikan kepada masyarakat sehingga mereka dapat menjalankan seluruh hak-hak yang diperoleh dari hukum.
“Upaya perlindungan terhadap perempuan penyandang disabilitas tidak bisa ditangani oleh KemenPPPA saja harus bersinergi dengan melibatkan semua pihak yang terdiri dari unsur Kementerian/ Lembaga dan masyarakat,” kata Ratna.
Perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas diberikan kepada penyandang disabilitas korban perkosaan, yaitu dengan menyelenggarakan hak-hak penyandang disabilitas seperti yang telah ditentukan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Editor: denkur | Sumber: Kemen PPPA