Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berkomitmen memberantas dan mengungkap praktik mafia tanah di Indonesia, salah satunya dalam kasus sengketa PT Salve Veritate yang melibatkan mafia tanah.
DARA – Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil pun menindak tegas serta memecat beberapa oknum yang terdiri dari jajaran internal secara tidak hormat atas keterlibatannya pada kasus sengketa PT Salve Veritate.
Sofyan menegaskan, pihaknya berusaha menyelesaikan kasus mafia tanah dari hulu ke hilir. Permasalahan di hulu yakni karena masih banyak bidang tanah yang belum terdaftar, hal ini disinyalir menyebabkan oknum mafia tanah menemukan beberapa celah.
“Karena itu kita canangkan PTSL atau Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap,” tuturnya berdasarkan keterangan tertulis yang diterima wartawan dara.co.id, Rabu (9/6/2021).
Selain itu, menurut Sofyan pihaknya juga terus memperbaiki administrasi pertanahan, dimulai dengan menerapkan digitalisasi data pertanahan. Beberapa layanan pertanahan digital Kementerian ATR/BPN yang sudah berjalan yakni pengecekan sertipikat tanah, hak tanggungan elektronik, Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dan zona nilai tanah.
“Kita berusaha perbaiki secara sistemik, semua dokumen kita digitalisasi, kita ambil tindakan keras, intinya kita tidak boleh kalah dengan mafia tanah,” tegasnya.
Adapun kronologi kasus sengketa tanah yang menimpa PT Salve Veritate berawal pada tahun 1974/1975 yang berasal dari milik adat di konversi menjadi 20 Hak Milik wilayah Bekasi a/n Keluarga Tabalujan. Pada Tahun 1998 dilakukan verifikasi yang semula Gapura Muka menjadi wilayah Cakung Barat, DKI Jakarta berdasarkan PP No. 45 Tahun 1975, dan secara fisik dikuasai oleh keluarga Tabalujan.
Tahun 2008, SHM tersebut beralih kepada Benny Simon Tabalujan, dan tahun 2011 SHM tersebut diturunkan menjadi 20 SHGB dan dipecah menjadi 38 SHGB, kemudian diimbrengkan kepada PT Salve Veritate (perusahaan keluarga Tabalujan).
Tahun 2017, Abdul Halim mengajukan permohonan PTSL namun ditolak oleh Kantor Pertanahan Jakarta Timur, karena di atas tanah tersebut telah terbit hak a/n PT Salve Veritate. Tahun 2018, Abdul Halim melaporkan pidana Paryoto sebagai petugas ukur dan Achmad Jufri sebagai penunjuk batas atas 38 SHGB tersebut, dan ditetapkan sebagai tersangka.
Kewenangan pemegang hak baik Hak Milik maupun HGB adalah kewenangan mengalihkan, membebankan, menurunkan, melepaskan hak, dengan demikian tidak ada yang dirugikan karena sebagai pemegang hak. Dalam UUCK dikenal dengan istilah 3R (Right, Restriction, Responsibility).
Tahun 2018, Abdul Halim menggugat BPN atas penolakan dari Kantah Jakarta Timur ke PTUN No. 238/G/2018/PTUN.JKT jo. No. 190 B/2019/PT.TUN.JKT jo. No. 61 K/TUN/2020 dengan amar Menolak Kasasi dari Abdul Halim.
Namun, saat proses Kasasi masih berjalan, Kanwil BPN DKI Jakarta membatalkan ke 20 SHM berikut turunannya 38 SHGB a/n PT Salve Veritate berdasarkan SK No.13/Pbt/BPN.31/IX/2019 tanggal 30 September 2019 yang didasarkan atas surat keterangan Lurah Cakung Barat Nomor 183/-1.711.12, tanggal 28 Maret 2019 dan Surat Lurah Cakung Barat Nomor 306/-1.711.12, tanggal 18 Juni 2019, isinya menyatakan bahwa ”Letak persil tidak berada di Kelurahan Cakung Barat”, yang oleh Kanwil DKI Jakarta maupun Kantah Jakarta Timur tidak diverifikasi kebenarannya.
Hasil investigasi Lurah Cakung Barat tidak mempunyai Peta Rincikan, sehingga keterangan tersebut menyebabkan kerugian bagi pihak PT Salve Veritate yang telah mempunyai sertipikat selama 45 tahun. Atas tindakan Lurah Cakung Barat tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan SP2HP No. B/492/V/2021/Dittipidu tanggal 4 Mei 2021.
Setelah terbitnya SK Pembatalan dari Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta, diterbitkan SHM No. 4931/Cakung Barat a.n. Abdul Halim melalui kegiatan PTSL, yang berdasarkan Pasal 29 Permen ATR/BPN No. 6 Tahun 2018 tentang PTSL, tanah tersebut masuk ke dalam Kluster 2, dan Kluster 2 tidak diterbitkan hak-nya. Dan dialihkan kepada Harto Kusumo yang berdasarkan Pasal 39 jo. Pasal 45 PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, PPAT dilarang membuat akta dan Kepala Kantor mengalihkan hak dalam keadaan sengketa.
Terhadap tindakan yang dilakukan oleh Kepala Kanwil atas penerbitan SK Pembatalan dan penerbitan hak melalui PTSL dilakukan Investigasi oleh Irjen Kementerian ATR/BPN, yang hasilnya terdapat cacat formil maupun materil dalam penerbitan SK Pembatalan, penerbitan SHM dan peralihannya, diantaranya: alas hak yang dimiliki Abdul Halim hanya seluas 5,2 ha sedangkan SHM yang terbit seluas 7,7 ha dan berdasarkan hasl pengukuran letaknya berbeda dengan letak SHM milik PT Salve Veritate yang dibatalkan.
Hal ini bertentangan dengan asas nemo plus iuris transfere (ad alium) potest quam ipse habet, seseorang tidak boleh mengalihkan/memohon hak melebihi yang dipunyainya. Dan Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta dibebastugaskan dari jabatannya, beserta 10 orang lainnya termasuk Kepala Kantah Jakarta Timur dikenakan sanksi berat.
Sebagai upaya meningkatkan kewaspadaan publik akan mafia tanah, Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang, Hary Sudwijanto menjelaskan terkait karakteristik sindikan mafia tanah.
Menurutnya, oknum mafia tanah justru mereka yang paham betul terkait prosedural pertanahan dan paham bagaimana karakteristik kantor pertanahan dimana mereka biasa melancarkan aksinya, mulai dari tarif hingga tata cara pengurusan. Situasi tersebut dimanfaatkan oleh oknum mafia tanah untuk mencari celah dan melakukan kejahatan.
“Itulah mengapa kita bentuk Satgas Anti Mafia Tanah dan menggandeng aparat penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan Agung, kita juga coba identifikasi secara cermat agar perkara yang ada bisa kita proses dengan baik,” ujar Sofyan Djalil.***
Editor: denkur