Oleh: Drs H Djamu Kertabudi, M.Si (Pengamat Ilmu Politik dan Pemerintahan Bandung)
Tujuhbelas tahun sudah Kabupaten Bandung Barat (KBB) berada, bupati pertama berlatar birokrat mampu memimpin sembilan tahun berakhir nestapa.
Kemudian, berganti sosok politikus juga bernasib sama. Masalah kian bertambah saat bupati ketiga dari latar pesohor berdasar fakta dan data.
Hingga menjadi populer istilah defisit, utang, dan gagal bayar. Di akhir masa jabatannya mendapat kado berupa kebijakannya tentang rotasi mutasi dibatalkan pemerintah pusat.
Harapan mulai muncul saat dipimpin orang pusat. Retorika kepemimpinannya begitu menggema. Sembilan bulan kepemimpinannya belum memperoleh prestasi signifikan, keburu ditimpa nasib buruk.
Saat ini sosok penjabat baru dari orang KBB sendiri dituntut menguras keringatnya. Kelebihan pemimpin baru ini tahu isi perut KBB dengan berbagai penyakitnya.
Bila mulus sembilan bulan waktu yang tersedia baginya untuk melakukan “recovery”, sampai dengan dilantiknya Bupati Bandung Barat hasil Pilkada 2024.
Setidaknya beliau mampu menata ulang dalam membangun fondamen yang lebih kokoh untuk ditindaklanjuti pemimpin definitif yang akan datang.
Lantas bagaimana penerawangan kita terhadap pemimpin ke depan ? Tadinya kita mengharap banyak dari proses rekrutmen calon pemimpin baru yang dilakukan partai politik.
Namun dinamika yang berkembang di intern partai membuat kita merinding. Tapi sudahlah, justru kita harus mampu menyederhanakan harapan kita, dan tidak perlu muluk-muluk.
Dengan kata lain, seharusnya yang menentukan nasib KBB ke depan berawal dari tanggung jawab partai politik dalam menampilkan calon pemimpin yang memiliki kapasitas memadai sebagaimana diutarakan ketua partai dengan memperlihatkan idealismenya di media.
Namun senyatanya seperti apa, masyarakat harus menerimanya. Akhirnya yang menentukan perubahan nasib KBB ke depan hanya tinggal mensisakan satu hal, yaitu sejauhmana militansi dan keperdulian unsur masyarakat itu sendiri untuk bersama secara konsisten memerankan kontrol sosial secara gigih dan berkelanjutan.
Kalau tidak, nasib pemimpin tidak akan jauh berbeda. Naudzubillah.
Editor: denkur