DARA | Otoritas penjara Sri Lanka memasang iklan lowongan menjadi algojo di media cetak lokal. Iklan itu dipasang setelah presiden menyatakan akan mengaktifkan kembali hukuman mati.
Syarat-syaratnya, selain kuat mental, juga pria Sri Lanka berusia antara 18 tahun hingga 45 tahun.
Sri Lanka memberlakukan moratorium hukuman mati sejak tahun 1976. Sebagai gantinya, pelaku tindak kriminal berat semacam pembunuhan, pemerkosaan, hingga perdagangan narkoba diganjar hukuman penjara seumur hidup.
Dilansir Tribunnews, meski puluhan tahun diberlakukan moratorium, namun masih ada orang yang berprofesi sebagai algojo di negara tersebut. Tapi karena tidak pernah melakukan eksekusi, algojo terakhir di Sri Langka akhirnya mengundurkan diri pada tahun 2014 lalu.
Namun, minggu lalu Presiden Maithripala Sirisena mengatakan kepada parlemen bahwa hukuman mati akan diberlakukan kembali dalam waktu dua bulan bagi mereka yang dihukum karena pelanggaran narkoba sebagai bagian dari penumpasan gaya Filipina, media setempat melaporkan.
Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena sepertinya sangat terinspirasi dari gaya Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Ia bahkan pernah menyebut Duterte sebagai orang yang bisa dicontoh dunia atas aksi kerasnya terhadap terhadap sejumlah tindakan kriminal seperti perdagangan narkoba.
“Perang melawan kejahatan dan narkoba dilakukan oleh Anda adalah contoh bagi seluruh dunia – dan secara pribadi bagi saya. Ancaman narkoba merajalela di negara saya dan saya merasa bahwa kita harus mengikuti jejak Anda untuk mengendalikan bahaya ini,” kata Sirisena saat Duterte dalam pertemuan keduanya pada bulan lalu.
Namun, langkah Sirisena untuk mengembalikan hukuman mati telah mendapat kecaman keras dari kelompok-kelompok hak asasi manusia, yang memperingatkan bahwa adegan brutal yang dimainkan di jalanan Filipina bisa menjadi kenyataan sehari-hari di Sri Lanka.
“Apakah dia ingin melihat lingkungan Sri Lanka yang paling miskin menjadi tempat di mana orang bangun setiap pagi untuk menemukan mayat-mayat baru tergeletak di jalanan?” kata Wakil Direktur Amnesty International Asia Selatan Omar Waraich.***
Editor: denkur
Sumber: TribunNews