Salah satu ayat alquran yang mengisahkan gempa bumi adalah surat Al Araf ayat 155. Ayat tersebut menceritakan bagaimana gempa bumi menimpa Nabi Musa dan pengikutnya.
Allah SWT berfirman:
وَاخْتَارَ مُوْسٰى قَوْمَهٗ سَبْعِيْنَ رَجُلًا لِّمِيْقَاتِنَا ۚفَلَمَّآ اَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ قَالَ رَبِّ لَوْ شِئْتَ اَهْلَكْتَهُمْ مِّنْ قَبْلُ وَاِيَّايَۗ اَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاۤءُ مِنَّاۚ اِنْ هِيَ اِلَّا فِتْنَتُكَۗ تُضِلُّ بِهَا مَنْ تَشَاۤءُ وَتَهْدِيْ مَنْ تَشَاۤءُۗ اَنْتَ وَلِيُّنَا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَاَنْتَ خَيْرُ الْغٰفِرِيْنَ
“Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon tobat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Ketika mereka ditimpa gempa bumi, Musa berkata, “Ya Tuhanku, jika Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? (Gempa bumi) itu hanyalah cobaan dari-Mu. Engkau menyesatkan siapa yang Engkau kehendaki dengan cobaan itu dan Engkau memberi petunjuk siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah Pelindung kami. Maka, ampunilah kami dan berilah kami rahmat. Engkaulah sebaik-baik pemberi ampun.” (QS Al Araf ayat 155).
Seperti dikuitp dari laman resmi mui.or.id, Jumat (25/11/2022), Muhammad Rasyid Ridla, murid dari Muhammad Abduh, tokoh pembaru Islam terkemuka asal Mesir, menafsirkan kata “fitnah” pada potongan ayat di atas sebagai ujian. Rasyid Ridla bahkan menerangkan asal mula kata fitnah.
Menurutnya fitnah adalah proses pemurnian, pembersihan jiwa. Sama dengan ungkapan orang Arab terhadap proses pemurnian logam mulia, orang Arab mengungkapkannya dengan dinarun maftuun (dinar yang dimurnikan).
Meski pada prosesnya, pemurnian logam mulia tadi dibakar dengan api yang sangat panas. Jadi, gempa yang menimpa orang beriman itu merupakan cobaan dari Allah SWT serta kasih sayang-Nya untuk “memurnikan” dan “membersihkan” noda-noda tak kasat mata yang mengotori jiwa agar manusia menjadi pribadi yang lebih baik. Walau pada prosesnya mengundang banyak rasa sakit. (Muhammad Rasyid Ridla, Tafsir al-Manar, juz 9 hlm 189-190)
Nabi Muhammad SAW seperti diriwayatkan Imam al-Bukhari, bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ
“Orang yang dikehendaki Allah menjadi pribadi yang lebih baik, Allah akan mengujinya terlebih dahulu.” (HR al-Bukhari no 5645)
Perlu diperhatikan, ujian dalam bentuk bencana alam seperti gempa bumi, tidak hanya ditujukan bagi masyarakat yang terdampak. Namun, ujian juga berlaku bagi mereka yang tidak terdampak.
Mampukah masyarakat sekitar yang tidak terdampak gempa menyisihkan hartanya demi mereka yang terdampak bencana?
Lalu, perlu diketahui, bahwa Allah SWT tidak akan menghancurkan kelompok masyarakat tertentu hanya karena membangkang terhadap Allah. Hancurnya tatanan masyarakat adalah imbas dari perilaku buruk terhadap manusia lain atau alam. Firman Allah SWT:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرٰى بِظُلْمٍ وَّاَهْلُهَا مُصْلِحُوْنَ
“Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim sedangkan penduduknya berbuat kebaikan.” (QS Hud ayat 117)
Fakhruddin al-Razy menafsirkan ayat di atas dengan tafsir yang menakjubkan. Menurutnya Allah SWT tidak akan memporak-porandakan masyarakat “hanya” karena menyekutukan Allah, dengan syarat mereka berperilaku (bermuamalah) dengan baik terhadap sesama (manusia dan alam). Sebab itu, sungguh azab Allah SWT yang menghancurkan tidak akan turun hanya karena masyarakatnya berkeyakinan musyrik dan kafir.
Bahkan, Allah SWT menurunkan azab disebabkan jika satu masyarakat berbuat buruk dalam bergaul (bermuamalah) terhadap manusia lain dan alam.
Al-Razy juga menambahkan bahwa azab yang turun ke kaum Nabi Nuh, Hud, Saleh, Luth, dan Syuaib karena mereka berbuat semena-mena kepada manusia lain dan ciptaan Allah SWT. (Fakhruddin al-Razy, Mafatihul Ghaib, juz 18 hlm. 410)
Penjelasan al-Razy ini cukup logis dan masuk akal. Bila dipikirkan, bukankah gempa bumi adalah fenomena alam “biasa” yang berada di luar kendali manusia, dapat terjadi kapan saja, sama seperti terbitnya matahari dari Timur dan tenggelam di arah Barat setiap harinya?
Apa yang bisa kita kendalikan adalah dampak dari fenomena gempa tersebut. Andai saja kita memiliki komunikasi yang baik dengan pemerintah dan lembaga penanggulangan bencana terkait, tentu dampak kehancuran gempa dapat diredam.
Sebab itu, tugas kita semua, terutama pemerintah sebagai pihak yang berwenang untuk meningkatkan kesadaran akan penanggulangan bencana. Demi meminimalkan korban yang berjatuhan.
Bila penanggulangan ini dikomunikasikan, disosialisasikan dengan baik oleh pemerintah dan badan-badan penanggulangan bencana yang berwenang, tentu dampak dari gempa bumi tidak akan terlalu mengerikan.
Misalnya dengan mengedukasi masyarakat tentang bangunan tahan gempa, bagaimana menyelamatkan diri ketika gempa, apa yang harus dilakukan, adanya alarm yang langsung berbunyi di daerah rawan gempa dan lain sebagainya. Ingat, seperti firman Allah SWT di atas, kehancuran masyarakat adalah karena masyarakatnya yang tidak mampu bermuamalah dengan baik.
Dari uraian di atas, setidaknya ada tiga hikmah yang bisa kita petik terkait dengan gempa bumi :
Pertama, gempa bumi atau bencana lainnya merupakan tanda kasih sayang Allah SWT kepada hambanya yang beriman karena bencana tersebut merupakan proses pemurnian, pembersihan diri dari kotoran-kotoran yang tidak tampak untuk menjadi seorang hamba yang lebih baik.
Kedua, ujian berupa bencana tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang terdampak, melainkan juga kepada mereka yang tidak terdampak. Allah menguji kita semua, apakah sebagai orang yang beriman, kita sanggup menyisihkan sebagian harta untuk menolong mereka yang membutuhkan.
Ketiga, komunikasi (muamalah) yang baik antara pihak berwenang (pemerintah dan lembaga penanggulangan bencana) dengan masyarakat harus ditingkatkan demi meminimalisir dampak kehancuran yang ditimbulkan gempa.
Editor: denkur | Sumber: mui.or.id