PARA siswa SDN)Tanjung Biru di Desa Biru, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, harus berjalan sekitar 200 meter dari sekolahnya ke sebuah kebun bambu. Mereka bersama guru berangkat ke sana untuk melaksanakan upacara pagi setiap Senin.
Karena hari Senin, setelah menyimpan tas di kelas masing-masing ratusan siswa langsung bergegas menuju ke lapangan untuk mengikuti upacara bendera. Karena tidak memiliki lapangan sendiri, siswa SDN Tanjung Biru terpaksa menggelar upacara di kebun bambu milik warga.
Lahan sekolah yang ukurannya tidak terlalu besar hanya dijadikan sebagai ruangan belajar, perpustakaan, dan ruang guru. Tidak ada halaman di sekolah itu, sehingga para siswa harus berjalan ke kebun bambu untuk upacara.
Bahkan, tidak ada tiang permanen di kebun bambu itu untuk mengibarkan bendera merah putih. Dalam upacara itupun tidak ada pengibaran bendera, bendera sudah terpasang di tiang bambu yang ditahan ember bekas cat.
Meski demikian, prosesi penghormatan bendera merah putih dengan diiringi Lagu Indonesia Raya tetap dilakukan.Upacara ini dipimpin Kepala SDN Tanjung Biru Solehudin.
Setelah memimpin upacara dan sebelum dibubarkan, Solehudin memberikan amanat dan mengajak siswanya agar belajar lebih giat meski fasilitas di sekolah belum menunjang. “Sekolah tidak punya lahan lapangan untuk upacara. Tapi, sekalipun sesederhana ini juga, upacara tetap dilaksanakan. Ini lapang sebetulnya milik tetangga sekolah atau warga. Kami menyewakan per tahun Rp 1 juta,” ungkap Solehudin saat ditemui, Senin (16/9/2019).
Dia bererita, SDN Tanjung Biru berdiri sejak 1987. Hingga tahun 2000-an, sekolah ini semoat memiliki lapangan upacara sendiri. tapi sejak ada bantuan untuk membangun gedung perpustakaan, lapangan upacara di sekolah ini dibangun menjadi gedung perpusatakaan.
“Dulu sekitar tahun 2000-an masih memiliki lapang. Karena ada bantuan perpustakaan, halaman dibuat perpustakaan, jadi tidak punya halaman, tidak punya tempat olahraga dan tidak punya lapangan upacara,” katanya.
Karena tidak memiliki lapangan sendiri, akhirnya pihak sekolah menyewa tanah atau kebun bambu milik warga untuk dijadikan tempat upacara sekaligus olahraga siswa. Hal itu sudah dilakukan sejak 2010 lalu.
“Kami tidak menata kebun bambu dan memasang tiang bendera secara permanen, soalnya lahannya milik warga. Paling hanya pemelihara parit-parit atau saluran air yang ada di kebun bambu ini. Kalau musim hujan inikan air tumpah, kadang-kadang tidak bisa dipakai,” ujarnya.
Meski harus upacara di kebun bambu, kata Solehudin, para siswa tetap antusias dan bersemangat. Hal tesebut yang selama ini tetap ia jaga, walaupun ada saja keluhan dari siswa.
Pihaknya berharap kepada Pemkab Bandung khususnya Dinas Pendidikan, bisa membangunkan sarana lapangan untuk para siswa. Menurutnya, hingga saat ini belum ada pembahasan dari dinas akan membangunkan lapangan untuk sekolah tersebut.
“Misalkan ada bantuan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, ada sebidang tanah milik warga tepat di belakang sekolah yang akan dijual, luasnya 1.400 meter persegi. Tapi katanya belum ada program bantuan untuk pembelian tanah,” ujarnya.***
Wartawan: Muhammad Zein | Editor: Ayi Kusmawan