DARA | DENPASAR – Gubernur, Ridwan Kamil, menargetkan Jawa Barat bebas malaria atau berstatus eliminasi malaria pada tahun 2022. Kasus malaria di Jabar diketahui terus menurun setiap tahun.
Demikian diungkapkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat menjadi pembicara seminar pada puncak peringatan Hari Malaria Sedunia 2019, bertema globalZero Malaria Start With Me, dan tema nasional Bebas Malaria Prestasi Bangsa, di Sasana Budaya Kertalangu, Kota Denpasar, Bali, Senin (13/5/19).
Peserta seminar berharap gubernur mempresentasikan data dari Dinas Kesehatan Jawa Barat yang mencatat pada 2013 tercatat 663 kasus malaria, 2014: 501 kasus, 2015: 344 kasus, 2016: 327 kasus, 2017: 330 kasus, dan 2018: 205 kasus. Sementara selama 2019 ini baru terjadi 18 kasus malaria.
Ridwan Kamil menuturkan, saat ini 85 persen atau 23 kabupaten/kota di Jawa Bart telah mendapatkan sertifikasi eliminiasi atau dinyatakan bebas malaria. Sisanya masih ditemukan endemis malaria di empat kabupaten yaitu Pangandaran, Garut, Sukabumi, dan Tasikmalaya.
“Untuk endemik di Sukabumi, Garut, dan Tasik kasusnya impor malaria. Sementara di Pangandaran terjadi karena penularan setempat. Namun empat kabupaten ini kategori endemiknya masih rendah yaitu api (annual paracyte incidence) <1,” katanya.
Target Jawa Barat dalam waktu dua hin hingga tiga tahun menjadi zona bebas malaria. “Intinya saya sangat optimis mudah-mudahan tahun depan saya bisa laporkan progres yang masif untuk membantu Indonesia zero malaria,” ujar dia.
Berbagai upaya pencapaian eliminasi malaria di Jawa Barat terus dilakukan, seperti pelibatan ribuan kader PKK, penggerak desa, pasukan KB terutama di empat daerah terpapar. Empat daerah yang terpapar ini secara umum bersentuhan dengan pantai.
Untuk itu Gubernur sudah menginstruksikan mengambil sampel darah di daerah endemik dan diteliti bekerja sama dengan Universitas Padjajaran Bandung. Kemudian melakukan survei perilaku terhadap pasien-pasien terpapar juga tengah dilakukannya.
Di daerah pantai Pemprov Jawa Barat menyediakan jenis ikan yang akan ditabur untuk memastikan jika ada jentik-jentik bisa diselesaikan secara mekanisme ekologis. “Intinya kesehatan lingkungan diutamakan, kami ada program recycles ampah plastik menjadi bahan bakar, penanaman mangrove di daerah laut,” ujarnya.
Ia mengingatkan kabupaten/kota yang tidak terpapar endemik agar tidak terlena seiring surat edaran (SE) yang dikeluarkannya untuk akselerasi eliminasi malaria di 27 kabupaten/kota Jawa Barat. “SE sudah kami sampaikan tidak hanya ke daerah yang terpapar. Tapi juga ke semua daerah untuk menjaga jangan sampai yang tidak terpapar menjadi terlena.”
Menurut dia, endemik malaria disebabkan oleh sebaran lokal dan migrasi. Untuk penanganan endemik yang disebabkan karena migrasi perlu ada strategi khusus.
“Migrasi agak susah harus ada strategi khusus. Pernah juga ada kasus dari wisatawan luar negeri yang tidak kita duga. Lalu yang pernah terpapar itu kan tidak 100 persen hilang melainkan ada sekian persen yang masih bermukim di tubuh,” katanya.***
Editor: Ayi Kusmawan