KABUPATEN Cianjur, Jawa Barat tak hanya terkenal sebagai kota penghasil beras Pandanwangi. Wilayah Tatar santri itu juga terkenal dengan kuliner khasnya, yaitu Tauco.
Meskipun sempat menjadi primadona sebagai makanan khas Cianjur, kuliner yang berbahan baku utama kedelai itu kini seperti mati suri.
“Popularitas tauco tak seperti dulu lagi. Gempuran kuliner modern perlahan menggeser sajian olahan khas Cianjur ini,” kata Budi Chandra, pewaris bisnis tauco tertua di Cianjur, belum lama ini.
Budi, generasi kelima yang menjalankan bisnis ini, melanjutkan usaha kuliner yang sudah melegenda itu. “Setiap hari harus ada produksi tauco untuk persediaan. Jangan sampai stok kosong, karena membuat tauco butuh waktu lama,” kata pria berkacamata itu.
Budi menuturkan, bisnis tauco keluarganya telah dimulai sejak 1880 oleh leluhurnya yang berasal dari Cina. Tidak ada resep khusus yang disisipkan. Bahkan Budi terang-terangan mengaku, bahan baku hingga proses produksi tauconya sama saja dengan tauco yang lain.
Dalam sekali produksi sedikitnya dibutuhkan satu kuintal kedelai. Dimulai dari memilah butiran kedelai, pencucian, perebusan selama 5-6 jam, dijemur setengah kering, fermentasi selama tiga hari, lalu direndam air garam hingga kering, kira-kira mencapai sepuluh hari.
”Tidak ada resep rahasia sama sekali. Yang jelas kita hanya mempertahankan rasa dan proses memasak seperti yang dulu. Mungkin, penambahan kayu bakar saat merebus menambah nilai jual produk ya,” ujar dia.
Setelah proses perendaman dan penjemuran di dalam paso atau guci selesai, tauco yang sudah mengendap akan dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari alumunium. Budi menunjukkan sejumlah tempat andalannya, yakni guci asli Cina yang berusia 100 tahun dan telah digunakan sejak awal merintis bisnis tauco.
Guci tersebut, bisa menampung lebih dari 2 kwintal tauco yang akan disimpan selama 3 bulan ke depan atau lebih agar rasa semakin mantap.
Walaupun sudah memiliki nama, tidak ia bantah bahwa dalam proses pemasaran masih menemui kendala. Apalagi, sejauh ini ia berpangku pada ramainya kunjungan ke Cianjur pada hari-hari libur.
“Kalau hari biasa, ya sepi saja. Sehari cuma satu, dua pengunjung yang datang. Itu pun belum tentu beli tauco, hanya beli makanan ringan,” ujarnya.
Toko yang terletak di Jalan Gunung Lanjung km 5, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur itu memang memasarkan pula produk lain berupa makanan ringan. Alih-alih melebarkan sayap, Budi enggan memasarkan produknya melalui media sosial. Pasalnya, tauco miliknya tidak berusia lama karena diproses tanpa bahan pengawet yang hanya mampu bertahan selama sepuluh hari.
Walaupun kemungkinan pemasaran akan lebih cepat, ia merasa sudah tercukupi dengan pemasaran di tokonya. Seraya berseloroh, Budi mengatakan, tanpa perlu gembar gembor memasarkan pun, banyak pelanggannya yang melakukan pemasaran mulut ke mulut.
“Jadi, seolah nama kami pun memang belum surut di kalangan penggemar tauco,” katanya.
Meski seringkali sepi, tokonya akan tiba-tiba begitu ramai menjelang hari besar, terutama Lebaran karena tradisi mudik masyarakat muslim.
Berbicara harga, Budi mematok harga yang sama di pasaran. Ukuran botol 350 ml – 1 liter dijual seharga Rp 15 – 55 ribu. Dipastikan, rasa tauco tersebut tidak berbeda dengan yang sebelumnya, apalagi Budi mempertahankan proses pembuatan yang manual.
Usaha yang akan terus diturunkan itu, diakuinya, perlu banyak dilindungi. Banyaknya produsen tauco denganberagam merk, menurut dia, menjadi peluang penjiplakan yang marak.
Tauco miliknya, bahkan banyak dijiplak oleh produsen kecil dengan nama yang hampir serupa. Beruntung, sudah sejak lama produk Budi memiliki hak paten. Tapi, tidak munafik, jika ia merasa kecewa atas penjiplakan merk.
“Mungkin sebagai strategi berdagang. Apalagi, masyarakat kita memang masih kurang peka terhadap aturan dan hak karya orang lain,”ujarnya.
Ia berharap, pemerintah setempat bersedia untuk mempertegas peraturan terhadap produsen yang disinyalir menjiplak produk miliknya. Setidaknya, sebagai bentuk penyadaran kepada setiap pelaku usaha mengenai pentingnya hak milik produk.
Namun, ia juga mensyukuri munculnya produsen tauco lainnya di Cianjur. Hal itu dinilai sebagai salah satu jalan untuk terus melestarikan makanan tradisional itu.***
Penulis: Purwanda | Editor: Ayi Kusmawan