Kehadiran teknologi Artificial Intelligence (AI) membawa implikasi besar bagi dunia pers. Secara global, ada beberapa kasus pelanggaran hak cipta akibat pemanfaatan aplikasi berbasis teknologi AI.
DARA | Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong menyatakan keberadaan peraturan perundangan yang mengikat secara komprehensif diperlukan agar tidak merugikan media massa nasional.
“Kita berharap seperti di Uni Eropa. Di Uni Eropa itu punya UU yang komprehensif mengatur AI dari sisi hak ciptanya, dari sisi pornografi, deep fake-nya dan segala sisi. Seperti Omnibus Law-nya AI,” ujarnya dalam acara Forum Diskusi Media: AI dan Keberlanjutan Media di Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Senin (29/01/2024).
Menurut Dirjen IKP Kementerian Kominfo, pengaturan komprehensif akan dapat melindungi media-media lokal dari dominasi raksasa teknologi global berkaitan dengan kepemilikan hak cipta. Apalagi banyak aplikasi berbasis AI memonetisasi setiap konten yang diperoleh secara gratis dari media massa. Kondisi itu akan memengaruhi penerapan hak cipta yang mencakup hak moral dan hak ekonomi.
“Sementara karya jurnalistik yang dihasilkan oleh media diperoleh dengan biaya. Ini problem. Dalam dunia media dan ilmiah, kita mengutip satu sumber dan kita sebutkan, maka tidak bisa menuntut itu. Dan problem ini sebetulnya terjadi pada platform digital juga dalam hubungannya dengan media,” tuturnya.
Guna mengantisipasi persoalah hak cipta, Pemerintah tengah menyelesaikan pengaturan publisher rights. Namun menrut Dirjen Usman Kansong, masih ada beberapa aspek yang memerlukan perhatian bersama.
“Saya kira belum tentu juga karena platform digital memang menggunakan AI. Tetapi perusahaan AI belum tentu mau disebut sebagai platform digital. Karena itu saya sependapat tadi teman-teman mengatakan perlu regulasi yang komprehensif,” ujarnya.
Di sisi lain, Kementerian Kominfo melakukan terobosan saat Menkominfo Budi Arie Setiadi mengeluarkan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial pada tanggal 19 Desember 2023.
Edaran itu memuat tiga kebijakan yaitu nilai etika, pelaksanaan nilai etika, dan tanggung jawab dalam pemanfaatan dan pengembangan kecerdasan artifisial bagi perusahaan atau organisasi.
Lewat edaran itu, Kementerian Kominfo mendorong perusahaan atau organisasi yang menggunakan dan mengembangkan AI ini berpedoman pada prinsip-prinsip tersebut.
“Yang paling penting prinsipnya adalah akuntabilitas dan human centered artinya berpusat kepada manusia, karena ada kekhawatiran AI ini akan membunuh peradaban manusia,” ujar Dirjen IKP Kementerian Kominfo.
Dirjen Usman Kansong menyatakan keberadaan Surat Edaran tidak cukup untuk mengatur pemanfaatan teknologi AI yang makin berkembang pesat.
“Surat Edaran adalah panduan etis tidak bersifat memaksa, tidak ada hukuman, dan bersifat sukarela. SE hanya merupakan soft regulation dan bukan rule of law,” tuturnya.
Oleh karena itu, Dirjen IKP Kementerian Kominfo mengajak insan pers nasional untuk memberikan masukan dalam penyusunan regulasi yang lebih komprehensif.
“Saya mengajak insan pers untuk mendorong kehadiran regulasi yang lebih komprehensif. Lewat diskusi-diskusi seperti ini, bisa melahirkan rekomendasi yang bisa diserahkan kepada Menkominfo sebagai leading sector di bidang digital,” katanya.***(Biro Humas Kementerian Kominfo)
Editor: denkur