Sampah selalu jadi masalah, termasuk di Kabupaten Garut. Bahkan, beberapa waktu lalu sempat terjadi darurat sampah saking sulitnya ditangani.
DARA – Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Garut terus melakukan berbagai upaya untuk menangani sampah ini. Salah satunya dengan membangun sarana sanitary landfill.
Dengan adanya sarana ini, sistem pengelolaan sampah dilakukan dengan cara membuang dan menumpuknya ke suatu lokasi yang cekung, memadatkan sampah tersebut, kemudian menutupnya dengan tanah.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Garut, Uu Saepudin, mengatakan dengan cara pengelolaan sampah seperti ini tidak akan ada lagi polusi yang ditimbulkan baik polusi udara, air, maupun tanah.
Pasalnya, tidak akan ada lagi cairan yang mengalir ke permukiman warga atau saluran air, juga asap yang berasal dari pembakaran sampah.
“Sistem pengolahan sampah dengan sanitary landdfill ini sangat epektif untuk menanggulangi masalah-masalah yang ditimbulkan termasuk polusi. Sampah dari berbagai daerah di Garut akan dibuang ke suatu lokasi yang cekung yang kemudian dipadatkan dan menutupnya dengan tanah,” ujarnya.
Uu Saepudin mengatakan itu saat meninjau lokasi pembuatan sanitary landfill di kawasan tempat pembuangan akhir (TPA) Pasirbajing, Desa Sukaraja, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Kamis (11/2/2021).
Menurut Uu, pembuatan tempat pengolahan sampah berupa sanitary landfill ini juga menyusul adanya aturan dan ketentuan baru tentang pengelolaan sampah yang tidak lagi diperbolehkan dengan sistem open dumping seperti yang dilakukan selama ini.
“Open dumping adalah sistem pembuangan paling sederhana dimana sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa perlakuan lebih lanjut sehingga menimbulkan banyak permasalahan seperti timbulnya bau busuk, munculnya berbagai penyakit dan terkontaminasinya air tanah,” katanya.
Uu menyebutkan, proyek pembangunan tempat pengolahan sampah sanitary landfill ini dibiayai oleh APBD Garut tahun anggaran 2020 sebesar Rp 5,6 miliar. Diharakan, awal tahun ini tempat pengolahan sampah ini sudah bisa dipergunakan dan saat ini sedang tahap penyelesaian.
Namun begitu Uu mengakui, untuk lebih epektifnya penggunaan tempat pembuangan sampah ini, seharusnya dilengkapi dengan mesin pemilah untuk memisahkan antara sampah organik dan non organik. Jika sudah ada alat tersebut, terangnya, maka sampah yang dibuang ke sanitary landfill ini seharusnya hanya residunya saja sehingga tidak cepat penuh.
Karena saat ini belum memiliki mesin pemilah, terang Uu, maka semua jenis sampah terpaksa dibuang ke sini tanpa terlebih dahulu melalui proses pemilahan.
Namun setiap hari harus dilakukan penimbunan dan pemadatan supaya tidak terjadi dampak negatif terhadap lingkungan akibat polusi.
Menurutnya, dengan kedalaman 10 meter dan luas 80×100 meter sanitary landfill yang tengah dibangun ini bisa menampung sebanyak 800 ribu ton sampah.
“Hitungannya, kalau rata-rata tiap hari ada 200 ton sampah yang dibuang ke sini, otomatis bisa menampung dalam jangka waktu dua tahun sedangkan jika sudah ada mesin pemilah, maka daya tampungnya akan lebih lama lagi,” katanya.
Uu mengatakan, di bagian bawah sanitary landfill ini dipasang pipa-pia berukuran besar yang bertujuan untuk menyerap cairan dari sampah yang dibuang ke tempat ini.
Selanjutnya cairan akan disalurkan ke bangunan yang nantinya akan dibangun di bagian bawah untuk menampung air yang dilakukan melalui proses kimia.
Uu menambahkan, selain bisa menghilangkan polusi, dengan sistem pengolahan seperti ini juga tidak akan terjadi polusi akibat asap serta kejadian kebakaran di TPA.
Hal itu karena ke depannya tidak akan ada lagi pemusnahan sampah dengan cara dibakar.***
Editor: denkur