Tolak Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law yang dinilai merugikan kaum buruh, secara serentak ribuan buruh gelar aksi demo dan mogok kerja nasional hingga Kamis 8 Oktober 2020.
DARA | BANDUNG – Roy Jinto, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) jawa Barat mengatakan, banyak hal yang mendasari kaum buruh menolak adanya omnibus law.
Menurutnya, ada beberapa poin yang menjadi titik berat bagi buruh menerima adanya omnibus law, yakni;
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Menurutnya, kontrak ini dibebaskan terhadap semua jenis pekerjaan dan tanpa adanya batasan waktu, sehingga membuat perusahaan boleh mempekerjakan pekerja kontrak dan outsourcing.
2. Upah minimum sektor yang dihapuskan
Dalam UU Cipta Kerja (Omnibuslaw) tidak ada namanya UMSK dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang memiliki syarat.
UMK dalam omnibuslaw bukan berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tetapi berdasarkan inflasi dan pertumbuhan daerah.
“Kemudian pesangon itu dikurangi. Pada UU itu berada pada 33 bulan upah, hari ini hanya 25 bulan, yang mana 19 bulan menjadi kewajiban pengusaha dan 6 bulan menjadi kewajiban pemerintah,” kata Jinto saat dihubungi, Selasa (6/10/2020).
3. Cuti yang bersifat kemanusiaan dihapuskan
Jinto menyampaikan, cuti sakit, cuti hamil, cuti menikah serta cuti menjalankan agama dihapuskan.
“Yang ada itu hanya cuti tahunan dan cuti panjang yang tidak jelas diatur dalam UU, karena itu diserahkan dalam peraturan perusahaan,” ungkapnya.
“Cuti sakit, cuti menikah, cuti hamil yang bersifat kemanusiaan itu dihapus,” tambahnya.
4. Adanya pelatihan kerja
Jinto mengatakan, pemerintah, swasta dan perusahaan boleh melakukan pelatihan kerja terhadap calon pekerja di dalam perusahaan.
“Ini artinya pekerja itu sudah bekerja, tapi tidak mempunyai status hubungan kerja dengan perusahaan. Ini berbahaya, yang mana akan terjadi praktik-praktik modus dari perusahaan,” ujarnya.
“Ini akan sangat bahaya, ketika adanya pelatihan, ia akan menghasilkan produk-produk nantinya dan akan menjadi perbudakan,” tambahnya.
5. Mempermudah masuknya TKA
Menurutnya, di UU Cipta Kerja Omnibus law, para tenaga kerja asing (TKA) tidak lagi memerlukan izin, dan hanya ada Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
“Ini artinya tidak perlu ada izin lagi untuk TKA. Cukup perusahaan membuat RPTKA dan sangat memungkinkan para unskill worker TKA itu dipekerjakan di Indonesia tanpa adanya izin,” pungkasnya.***
Editor: denkur