Sejumlah produsen tahu dan tempe di Kabupaten Garut mengeluhkan mahalnya harga kedelai yang terjadi sejak beberapa hari terakhir ini. Mereka pun mengaku sempat menghentikan produksinya selama beberapa hari karena biaya operasional yang dikeluarkan tidak sebanding dengan pendapatan.
DARA – Dedi (45), salah seorang pedagang tahu di Kecamatan Tarogong, Kabupaten Garut mengatakan, meski kini telah beroperasi kembali, namun para perajin tahu terpaksa mengakali tahu dan tempe yang biasa dijualnya dengan ukuran lebih kecil dari biasanya.
“Baru hari ini mulai dagang lagi, tapi ukurannya (tahu) jadi lebih kecil. Soalnya kalau ukuran sama harga juga pasti naik. Takutnya nanti konsumen enggak mau beli lagi,” ujarnya, Senin (4/1/2020).
Menurut Dedi, bentuk ukuran tahu yang kini dijualnya lebih kecil dari biasanya dilakukan agar harga jualnya tetap stabil. Dedi mengaku, biasa menjual tahunya seharga Rp500 per biji.
“Padahal sebenarnya ukuran kecil itu juga susah potong-potongnya. Kalau enggak hati-hati, bisa-bisa tahu jadi hancur dan malah kita semakin rugi,” ucapnya.
Dedi pun berharap, harga kedelai bisa normal kembali, karena dengan adanya kenaikan harga kedelai membuat keuntungan yang diperolehnya menjadi sedikit.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Garut, Nia Gania Karyana, mengklaim meski terjadi knaikan pada harga kedelai, namun tidak sampai terjadi mogok produksi di produsen tahu dan tempe.
“Para produsen memilh untuk membuat tahu dan tempe dengan ukuran yang lebih kecil dari biasanya. Tapi harga tetap sama,” katanya.
Nia menyebutkan, kenaikan harga kedelai juga terjadi di Kabupaten Garut. Akibatnya produsen tahu dan tempe kesulitan. Meski begitu, lanjut Nia, dari hasil pantauan pihaknya ketersediaan tahu dan tempe masih tersedia.
Diungkapkan Nia, dari survei yang dilakukan di lima pasar besar yang ada di Garut, kenaikan harga kedelai berkisar antara Rp400 sampai Rp 500 per kilogramnya.
Ia pun mengaku tak bisa berbuat banyak karena ini jadi kebijakan pemerintah pusat soal impor kedelai.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Dinas Pertanian (Distan) dan katanya akan ada panen kedelai. Namun yang jadi persoalan para produsen tahu dan tempe lebih memilih kedelai impor ketimbang lokal. Katanya kualitas kedelai impor itu lebih baik sebagai bahan pembuatan tahu dan tempe,” ujarnya.***
Editor: denkur