Tiga orang kaum milenial asal Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) jatuh cinta terhadap satu produk yang sama.
DARA | Mereka menyukai kopi asli Bandung Barat hingga terjun langsung menjadi pelaku usaha di bidang perkopian.
Saat ini mereka dipercaya untuk mengelola Cafe Buruan Kopi Lembang, miliknya Asep Sukarna atau dikenal Oetoenk.
Farhan Mukti (23), terjun menjadi barista bersama Syahril Manarul Arham (19). Sedangkan Faisal Sadiq (20), lebih tertarik untuk mengembangkan usaha cafe itu dengan memadukan ilmu teknologi pemasarannya.
“Jadi barista itu, bagi saya memang mengasyikkan. Bisa berekspresi menciptakan rasa dengan bebas, tanpa harus ngikutin orang lain,” kata Farhan Mukti, disela-sela Pameran Kopi Bandung Barat di halaman Mesjid As-Shidiq, Komplek Perkantoran KBB-Ngamprah, Rabu (16/8/2023).
Mulanya Farhan, hanya coba-coba saja menjadi barista berbekal pengetahuan seadanya dari sang paman, yang menjadi pemilik cafe itu.
Ia sendiri mengaku kurang begitu suka minum kopi. Tapi setelah dikenalkan lebih jauh tentang kopi asli, ia malah tertarik belajar menjadi barista.
Ketika diberi kesempatan untuk ikut pelatihan barista yang berskala internasional, Farhan ikut serta hingga mengantongi sertifikasinya.
“Alhamdulillah, sudah bersertifikasi hasil pelatihan waktu itu. Sekarang tinggal mengembangkan pengetahuan yang saya miliki,” ujar pemuda lulusan SMK ini.
Melalui profesinya, ia diberi kesempatan menjadi diri sendiri dengan kebebasan menciptakan berbagai rasa dari seduhan kopinya.
Teknik demi teknik ia pelajari ketika menyajikan kopi buat pelanggannya. Secara garis besar menurutnya, ada perbedaan ras yang disukai oleh para penikmat kopi.
Terutama kaum milenial, yang lebih menyukai kopi yang dimix dengan susu atau gula aren. “Rasa yang saya sajikan, diracik sesuai dengan permintaan konsumen. Dan di situlah saya berekspresi biar racikan saya bisa dinikmati mereka,” tururnya.
Ia terjun menjadi barista tidak terlepas dari keinginannya untuk membantu para petani kopi di daerahnya. Ia berharap para petani kopi, bisa berkembang dan hidupnya sejahtera.
“Tanpa petani kopi, kita bukan siapa-siapa. Kita maju, petanipun harus menikmati hasil pertaniannya semaksimal mungkin,” katanya.
Senada dengan itu, Syahril Manarul Arham awalnya terjun barista, lantaran sering nongkrong di cafe itu.
Secara perlahan, ia menggeluti cara penyajian kopi yang bisa membuat orang jatuh cinta pada ramuannya.
Beruntung, ia diberikan kesempatan mengikuti pelatihan seperti Farhan sehingga mengantongi sertifikat menjadi barista.
Semula ia sempat jualan makanan namun berhenti karena sesuatu hal dan ketika main ke cafe itu, ditawarin ikut pelatihan.
“Ya akhirnya saya mendalami kopi dengan jadi barista, sampai sekarang benar-benar jatuh cinta dengan kopi,” ujarnya.
Sementara, Faisal Sadiq, lebih tertarik dengan pelatihan pengembangan teknologi pemasaran.
Lulusan SMK yang menjadi programmer ini, kini memilih fokus untuk mengembangkan usaha kopi di cafe tersebut.
Hasil analisa dirinya tentang ilmu pemasaran, memang sangat dibutuhkan untuk sebuah usaha.
Ia mencoba memadukan ilmu programmernya dengan ilmu pemasaran hasil pelatihannya.
“Ternyata zaman sekarang, ilmu marketing itu sangat penting. Dan pengaruhnya sangat luar biasa,” ujarnya.
Editor: denkur | Keterangan gambar: Trio milenial Lembang saat pameran kopi di Pemkab Bandung Barat (Foto: Ist)