Tamansari digusur, Tamansari dijadikan rumah deret dan di Tamansari itulah kericuhan terjadi. Penggusuran dinilai tak manusaiwi, namun pemerintah menganggap itu demi kemaslahatan warga.
DARA | BANDUNG – Bentrok terjadi dalam upaya pengosongan lahan di Tamansari. Satpol PP Kota Bandung bersama aparat kepolosian dihadang puluhan warga. Penduduk bertahan dan mencoba mengusir petugas. Tapi ada daya, penggusuran tetap dilakukan dan puluhan warga hanya menangis.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengecam tindakan aparat. Bahkan, menilai penggusuran itu tak sesuai prosedur. Seperti dikatakan Direkur LBH Bandung Willy Hanafi. Sehari sebelum proses penggusuran, pihak Satpol PP Kota Bandung mendatangi Ketua RW 11 Tamansari. Kedatangan petugas untuk memberitahukan surat pengosongan rumah.
Surat itu, kata Willy, hanya berisi agar warga segera mengosongkan rumahnya dengan sukarela. Namun, 12 Desember 2019 pada pukul 09.00 WIB secara tiba tiba tanpa pemberitahuan kepada warga, datang 100 personel Satpol PP Kota Bandung dari arah masjid Al – Islam Tamansari ke lokasi tempat tinggal warga untuk melakukan penggusuran.
Dialog ternyata tak membuahkan hasil. Malah, berujung pada kericuhan. Baku pukul mewarnai penggusuran itu, dan Tamansari sesaat genting.
Lalu apa kata Gubernur Jabar RIdwan Kamil? Nanti di lokasi tersebut akan dibangun Rumah Deret. Diinisiasi sejak 2007 sejak Wali Kota Dada Rosada.
Di situ akan dibangun hunian yang lebih sehat, lebih manusiawi dan lebih banyak, sehingga warga Kota Bandung lainnya bisa tinggal di Tamansari dengan harga terjangkau.
Sebetulnya, kata Emil, Wali Kota Bandung, Oded M. Danial, sudah beritikad baik menemui langsung warga dan memberikan solusi. Disampaikan mereka akan diberi kontrakan selama setahun, selama pembangunan berlangsung, seperti halnya mayoritas 176 warga yang sudah pindah untuk nanti balik lagi.
Rdwan Kamil juga mengatakan, dialog sudah dilakukan dan hasilnya 90 persen atau 176 warga Tamansari Kota Bandung setuju dan mendukung, karena mereka paham bahwa mereka akan kembali lagi ke tempat masa kecilnya itu. Namun, ada 15 kepala keluarga atau 10 persen yang keukeuh tidak mau.
Padahal, 10 persen warga itu sudah difasilitasi Komnas HAM untuk mediasi dengan Pemkot Bandung, dan dipersilakan menggugat ke PTUN dan hasilnya oleh PTUN gugatannya tidak diterima.
Lantas apa solusinya agar polemik itu mereda? Kita tunggu perkembangannya.***
Editor: denkur