Tak banyak yang ia inginkan, selain merasakan tidur di kasur empuk dengan rumah yang tidak bocor saat hujan, bebas debu, dan tidak sumpek. Itulah keinginan nenek berusia 100 tahun itu. Dia masih bertahan hidup tanpa uluran tangan pemerintah.
MENJALANI kehidupan yang layak dan nyaman di usia senja sudah menjadi harapan atau keinginan setiap orang. Tapi kenyataannya tak begitu bagi Mak Kiyah, ia justru harus melewati usia senjanya dengan segala kekurangan dan keterbatasan.
Dengan menempati rumah tidak layak huni (Rutilahu) di Kampung Baru Kupa RT 5/3, Desa Sukatani, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Mak Kiyah yang kini berusia 100 tahun itu harus melewati usia senjanya hanya sebatang kara.
Hanya belas kasihan tetangga yang kini dapat menyambung hidupnya untuk sekadar mendapatkan makan sehari-hari. Karena, fisiknya yang jompo tak memungkinkan Mak Kiyah dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Mak Kiyah hidup sebatang kara sejak ditinggal suaminya meninggal dunia sekitar 25 tahun lalu. Tak banyak yang dapat di lakukan wanita renta itu, selain mengharapkan belas kasihan masyarakat sekitar.
“Tos teu tiasa barangdamel, kukupingan oge ayeuna mah tos kurang. Kieu we di saung. (Sudah tidak bisa bekerja, pendengaran juga sudah kurang baik. Begini saja diam di rumah),” kata Mak Kiyah, saat disambangi di kediamannya, Sabtu (2/11/2019).
Meskipun kehidupan Mak Kiyah sangat memperihatinkan, tak sedikit pun bantuan pemerintah untuk warga miskin diterima dan dirasakannya. Di rumah reyot berukuran 3×5 meter yang berada tepat di tengah perkebunan tomat, nenek renta itu hanya dapat menghabiskan waktu kesehariannya.
Dengan hanya duduk di sebuah dipan kayu yang lapuk. Jaring laba-laba yang memenuhi setiap sudut rungan dan langit-langit kamar yang juga sudah bolong, seakan-akan ingin menemaninya.
Di penghujung usianya, tidak banyak harapan yang disampaikan wanita renta itu. Dia hanya ingin merasakan tidur di kasur empuk, dengan rumah yang tidak bocor saat hujan, bebas debu, dan tidak sumpek.***
Wartawan: Purwanda | Editor: Ayi Kusmawan