Tidak semua bank emok membebani peminjam dengan bunga tinggi. Diduga ada bank emok yang mendompleng dan memberikan angsuran tinggi, sehingga memunculkan prediksi kalau keberadaan bank emok diindikasikan sebagai tindakan menyerupai renternir.
DARA | BANDUNG – Demikian dikatakan Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung, H. Uya Mulyana. Menurutnya, perlu dilakukan klarifikasi secara signifikan, sebab keberadaan bank emok itu sebenarnya membantu masyarakat yang membutuhkan modal usaha.
“Bisa saja peminjam itu tidak mempunyai usaha, sehingga uang itu dipakai untuk keperluan sehari-hari,” ujarnya usai Banmus di DPRD, Senin (10/2/2020).
Menurut Mulyana, fenomena itu harus jadi pemikiran bersama. Bagaimana peran pemerintah, bank dan yang lainnya bisa mengatasi ketergantungan masyarakat kepada bank emok. Kalau bisa dilakukan pemeriksaannya otoritas jasa keuangan (OJK) dari bank emok bersangkutan. Kalau memang tidak jelas OJKnya, itu bisa dikatakan sebagai kegiatan mengarah kepada praktek renternir.
“Kita tidak bisa mengintervensi kalau bank emok itu diindikasikan sebagai praktek renternir terselubung,” ujarnya seraya menambahkan, justeru kehadiran bank emok, merupakan solusi bagi masyarakat yang membutuhkan modal secara instan, dan itu bisa memotivasi masyarakat untuk tepat dalam penggunaan keuangan tersebut.
Uya mengakui, kemudahan mendapatkan pinjaman modal usaha ke bank emok merupakan alternatif, sebab kalau pinjam ke bank swasta atau pemerintah mesti ada penyertaan agunan. Hal itu jelas sangat memberatkan masyarakat kecil.
Kalau perlu, ungkapnya, pemerintah, bank, dan koperasi memberikan pinjaman tanpa bunga serta tanpa agunan, sehingga permasalahan bank emok bisa terselesaikan.***
Wartawan: Fattah | Editor: denkur