Wartawan senior H. Undang Sunaryo, Kamis (27/02/2020) meninggal dunia sekitar pukul 11.00 di Rumah Sakit MM, Indramayu. Sahabat almarhum, Zair dalam whatsapp grup Furum Ketua PWI se-Jabar mengurai kenangan dengan sahabat sejatinya, Undang Sunaryo.
DARA| BANDUNG- Kabar meninggalnya Undang ia terima berbarengan dengan turun derasnya hujan di daerahku. Kabar duka itu pun terasa lebih terdengar keras menendang jiwaku ketimbang suara petir yang menggelegar di langit atas rumahku. Maklum, karibku ini belum juga 2 bulan ditinggal wafat oleh istri tercintanya.
“Kembali terbayang masa-masa saya masih aktif sebagai wartawan di lapangan sejak medio akhir tahun 1980-an. Saya dan almarhum kebetulan bernaung di media Grup Pikiran Rakyat (Mitra Desa, belakangan jadi Mitra Bisnis),” tulis Zair, Koordinator PWI Wilayah Priangan.
Hanya saja, saya tercatat sebagai wartawan tetap, almarhum –karena sebagai PNS guru SD di Indramayu– statusnya sebagai wartawan freelance (juga aktif di Galura).
Meski seorang pendidik, jangan tanya soal dedikasinya terhadap dunia jurnalistik. Dalam menyelesaikan tugasnya, almarhum (bersana saya) kerap minta izin ke pimpinan untuk nģinep di kantor.
Maklum saja, zaman itu peralatan kerja belum komputer masih menggunakan mesin tik jadul memakai kertas rim dan pita karbon. Bila digunakan, berbunyi cukup berisik. Ini pula yang jadi alasan utama milih kerja di kantor, biar orang rumah tidak terganggu suara tik…tik…serr…mesin tik.
“Tapi di balik itu, kerja di rumah malam-malam menggunakan mesin tik jadul sebenarnya bisa menangkal maling. Dengar suara mesin tik, orang jahat gak berani masuk rumah karena itu berarti ada orang yg belum tidur”, seloroh Almarhum suatu ketika.
Begitu juga kirim berita dan foto, harus disetorkan langsung naskah fisiknya, tidak seperti zaman now hanya tinggal kirim via email atau medsos. Untuk urusan ini, tanpa kenal lelah Almarhum seminggu 2 kali bolak-balik Indramayu-Bandung.
“Pokona sayah mah sampai ka kenal we jeung supir angkutan umum Indramayu-Bandung mah..”, katanya sambil ngakak.
Hujan kedinginan, panas kegerahan saat di lapangan tak pernah jadi hambatan, apalagi dikeluhkan. Namun ada satu kenangan bersana almarhum yang tak bisa terlupakan saat mendapat tugas liputan ke daerah Jatitujuh Majalengka. Karena diburu waktu, pagi dari tempat menginap langsung ke lapangan gak keburu sarapan.
Keasyikan meliput, tengah hari perut berbunyi minta diisi. Sìal, pas mau nyari warung nasi, uang di saku minim, dompet rupanya ketinggalan di penginapan.
“Tenang, sekarang kan lagi bulannya musim hajatan. Kita cari orang hajatan aza, kita makan di sana”, usulnya.
Bagai kebo dicocok hidung, saya pun manut saja. Begitu lihat janur kuning melambai, saya berdua dengan pede langsung masuk, ngisi buku tamu, salaman sama yang punya hajatan, makan deh sepuasnya…. Hehe.
Kenangan tak terlupakan lainnya masih banyak. Namun biarlah semua itu menjadi catatan pribadi untuk disimpan dalam memori saya saja. Selamat jalan kawan, sahabat, sobatku.
Editor : Maji