DARA | BANDUNG – Saat menulis berita banyak wartawan yang terjebak dalam aturan azas praduga tak bersalah. Wartawan tak semestinya bertindak seperti polisi dalam berkarya.
“Wartawan tidak boleh menggunakan gaya polisi,” kata Ketua Komisi Kompetensi PWI Pusat, Kamsul Hasan, saat menajdi nara sumber pada Diskusi UU No.40/90, UU ITE UU SPPA, dan Kode Etik Jurnalistik dengan sub tema Undang-undang dan Keterjagaan Hak Publik dalam Pemberitaan, di Bnadung, Jumat (8/3/2019).
Dia mencontohkan saat kepolisian menggelar jumpa pers tentang pengungkapan tindak kriminal hingga memamparkan nama-nama ‘pelaku’. Dalam menulis dengan materi dari jumpa pers tersebut, wartawan tak boleh memaparkan nama-nama itu sebagai pelaku.
“Saat tertangkap, ‘pelaku’ tindak kriminal itu di mata hukum belum menjadi pelaku, masih terduga. Karena ada prosesnya, ada istilah terduga, tersangka. Belum pelaku,” ujar Kamsul, seraya mengingatkan, wartawan tidak boleh menggunakan gaya polisi.
Diskusi yang mulai berlangsung sore kemarin, merupakan rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2019. Selain wartawan, hadir dalam kegiatan tersebut sejumlah unsur humas dari berbagai lembaga pemerintahan.
Plt PWI Jawa Barat, Hilman Hidayat, menyebutkan, organisasi profesi ini merasa perlu memberikan informasi aturan main dalam pemberitaan.Ada regulasi lain selain Undang-undang pers dan Kode Etik Jurnalistik yang mengikat para wartawan dalam menjalankan tugasnya.
Diskusi dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional 2019 ini, lanjut dia, lebih berkonsentrasi kepada pembahasan Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Dewan Pers telah menerbitkan Pedoman Penulisan Ramah Anak (PPRA).
“Bila sebelumnya berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan UU No 11 Tahun 1999 tentang Pers, pada 2019 ini pedoman itu bertambah dengan PPRA,” ujar dia.
Hilman menyebutkan, diskusi tersebut berawal dari perbincangan antara tim penguji PWI dengan Dewan Pers. Masih banyak pemberitaan menampilkan sosok korban kekerasan dan anak.
“Padahal dalam perundang-udangan peradilan pidana ini kan harusnya disembunyikan,” kata dia.
Menurut dia, UU SPPA ini akan mengintervensi UU Pers, UU Kepolisian, UU Kejaksaan, dan UU Kehakiman. Pasal 105 UU SPPA mengamanatkan stake holder yang terkait dengan peradilan anak untuk melakukan penyesuaian dalam waktu lima tahun sejak UU SPPA diundangkan.***
Editor: Ayi KUsmawan